Jayapura – Diduga telah melakukan penganiayaan dan penyekapan terhadap pacarnya sendiri, hingga mengakibatkan cacat permanen dibagian mata, seorang oknum anggota TNI berinial FL terpaksa dilaporkan ke Pomdam XVII/Cenderawasih oleh keluarga korban.
Terhitung hampir 2 bulan disekap, akrhirnya korban UN yang kini terancam buta itu berhasil melarikan diri dari rumah dinas yang ditempati pelaku berinisial FL itu dan mengadukan kejadian penganiayaan dan penyekapan yang dilakukan pelaku kepada orang tuanya.
Padahal, kasus dugaan penganiayaan dan penyekapan disertai penyiksaan terhadap korban ini harusnya diungkap pada 2 minggu lalu, hanya saja korban masih dalam keadaan shock dan mengalami traumatik yang mendalam. Apalagi korban ini juga mendapatkan ancaman dari pelaku tersebut.
Tak terima anaknya diperlakukan sadis seperti itu, pelaku FN yang merupakan seorang oknum TNI itu, akhirnya orang tua korban didampingi Dewan Adat Suku Arui Sai dan Ikatan Keluarga Serui Laut mengambil langkah tegas dengan mengadukan kasus penganiayaan dan penyekapan yang disertai dengan penyiksaan terhadap korban itu ke Pomdam XVII/Cenderawasih, pada Senin, 15 Oktober 2024.
Bahkan, orang tua korban didampingi Dewan Adat Suku Arui Sai dan Ikatan Keluarga Serui Laut juga sempat ke Makodam menemui Pangdam untuk mengadukan kejadian yang dialami korban.
Tidak hanya itu, orang tau korban juga mengadukan kejadian itu ke Komnas HAM Perwakilan Papua untuk meminta perlindungan lantaran adanya dugaan pengancaman yang dilakukan pelaku terhadap korban.
Kepada pers, Ketua Dewan Adat Suku Arui Sai di Tanah Tabi, Ilisama Numberi mengungkapkan kejadian penganiayaan itu terjadi pada 7 April 2024. Bahkan, pelaku sudah membuat surat pernyataan yang juga ditandatangani komandan satuannya. Namun, hingga saat ini tidak ada realisasi.
“Kejadian pemukulan itu terjadi 7 April 2024 hingga mengakibatkan anak kami mengalami cacat mata permanen. Ada surat pernyataan dari pelaku bahwa akan bertanggungjawab, namun hingga 3 bulan ini tidak ada tindakan atau niat baik dari pelaku untuk bertanggungjawab untuk membantu biaya pengobatan, pendampingan dalam pengobatan hingga mata anak kami mengeluarkan darah hingga bernanah dan membusuk. Bahkan, mata sebelah anak kami sudah dicabut. Jadi sampai saat ini, mata anak kami keluar air, darah dan bernanah,” ungkap Ilisama Numberi kepada sejumlah wartawan saat menggelar jumpa pers di salah satu Caffee di Jayapura, pada Senin malam 14 Oktober 2024.
Untuk itu, Ilisama Numberi dengan tegas meminta agar kasus dugaan penganiayaan dan penyekapan terhadap korban ini, menjadi atensi serius bagi Pangdam XVII/Cenderawasih, Pomdam XVII/Cenderawasih maupun kesatuan asal pelaku.
“Mohon segera tolong anak kami yang sangat memperlukan perawatan medis. Ini kami sampaikan sebagai Dewan Adat yang merasa kurang puas terhadap pelaku,”tekannya.
Hal senada disampaikan Sekretaris Forum Komunikasi Keluarga Besar Saireri Verinandus Airi bahwa pihaknya tidak akan mengambil langkah serius dengan melapor ke Pangdam dan Pomdam XVII/Cenderawasih jika pelaku punya niat baik untuk menindaklanjuti surat pernyataan itu, namun hingga 5 bulan, pelaku ini tidak pernah bertanggungjawab atas perbuatannya kepada korban tersebut.
Padahal ungkap Verinandus Airi, dalam surat pernyataan itu juga ditandatangani oleh pimpinan kesatuan dari pelaku.
“Jadi, pimpinannya ikut menandatangani pernyataan itu. Artinya, mereka ikut terlibat dalam penyelesaian, tetapi kurang lebih 5 bulan ini, mereka tidak bertanggungjawab hingga berakibat terhadap anak kami hingga cacat,”bebernya.
Namun diakui, jika orang tua bersama pengurus dewan adat sudah mendatangi Pomdam XVII/Cenderawasih. Hanya saja, korban tidak ikut lantaran masih shock alias trauma berat, apalagi ada ancaman dari pelaku bahwa tidak boleh membuat laporan kemanapuan terkait kejadian yang dialami korban.
“Secara adat, pelaku juga harus bertanggungjawab secara adat. Bahwa adat kami, maka mata harus diganti dengan mata,”tegas Verinandus.
Sementara itu, Wakil Ketua I Ikatan Keluarga Serui Laut Arui Sai, V Andarias Takanuay menambahkan, jika kejadian penganiayaan dan penyekapan terhadap korban itu, menjadi perhatian serius dari Ikatan Keluarga Serui Laut Arui Sai maupun Dewan Adat Suku Arui Sai.
“Jadi elama 5 bulan itu, setelah pelaku membuat pernyataan, ternyata tidak ada perhatian sama sekali terhadap korban untuk membantu pengobatan,”ujarnya.
Untuk itu, Ikatan Keluarga Serui Laut Arui Sai dan Dewan Adat Suku Arui Sai menyurati secara resmi Pangdam dan Pondam untuk korban bisa mendapat kelayakan dalam memberikan pengamanan dan rasa nyaman secara pribadi kepada korban.
“Oleh karena itu, kami berharap Pangdam dan Pomdam untuk menindaklanjuti kasus ini, agar pelaku ditindak sesuai dengan hukum, apalagi korban mengalami catat permanen,”ucapnya.
Kendati demikian, ia berharap ada tindakan dari institusi agar ada tindaklanjut dan memberikan pengobatan secara intensif lagi kepada korban.
“Kronologisnya, kami belum mendapatkan secara detail karena korban mendapat ancaman sehingga mengalami trauma berat. Dengan laporan kami ini ke Pomdam, kami harap korban ada keberanian mengungkap kejadian yang dialaminya tersebut,”jelasnya.
Andarias menambahkan, jika antara korban dengan pelaku sudah pacaran dan sudah tinggal bersama selama 3 tahun. Bahkan, dalam surat pernyataan itu, pelaku akan bertanggungjawab untuk menikahi korban, namun hingga kini tidak terealisasi.
“Korban setelah penandatangan surat pernyataan itu, diambil pelaku dan disekap selama hampir 2 bulan. Korban tidak boleh keluar rumah, bahkan tidak boleh berobat. Dan saat kami bawa ke dokter, mata korban sudah rusak dan akhirnya dicopot. Bahkan, saat disekap itu, korban mengalami penyiksaan dengan sadis yang dilakukan oleh pelaku di rumah dinasnya,” ungkap
Wakil Ketua I Ikatan Keluarga Serui Laut Arui Sai, V Andarias Takanuay. (Tiara)Ketua Dewan Adat Suku Arui Sai Ilisama Numberi didampingi Sekretaris Forum Masyarakat Saireri Verinandus Airi dan Wakil Ketua Ikatan Keluarga Besar Serui Laut V Andarias Takanuay memberikan keterangan pers di salah satu Caffe di Jauapura, pada Senin malam, 14 Oktober 2024. (Foto Tiara)