Yosi Mathin Basaur memperlihatkan surat kuasa pengurusan lahan tambang emas milik keluarga Johan Jasa, didampingi Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Barapen Papua, Edison Suebu saat mengelar jumpa pers di Sentani, Jumat (10/5/2024) malam.
Sentani – Pemilik lahan tambang emas di Kampung Sawe Suma, Distrik Unurum Guay, Kabupaten Jayapura, Johan Jasa, meminta pertanggungjawaban atas kerusakan lahan yang dilakukan PT Nusantara Group.
“Saya mau perusahan Nusantara Group pertanggung jawabkan lahan yang sudah dibongkar sesuai dengan janji perusahan,” pinta Yosi Mathin Basaur, selaku kuasa dalam pengurusan lahan tambang emas milik keluarga Johan Jasa saat ditemui di Sentani, Jumat (10/5/2024) malam.
Menurut Johan, perusahan sudah melakukan pekerjaan pembokaran lahan dengan luas sekitar 200 x 30 m persegi namun tidak pernah menunjukan surat izin. Selain itu, sampai dengan saat ini kompensasi atau hak-hak pemilik lahan belum terbayarkan.
“Diantaranya uang permisi, uang kebersihan lahan dan uang survey berkisar 300 juta yang belum terbayarkan,” sebut Mathin.
Sebelumnya, kata dia pihak PT Nusantara group telah melakukan pertemuan dengannya untuk membahas terkait rencana melakukan kerjasama yang diawali dengan pembicaraan terkait survey lahan.
Kemudian, PT Nusantara Group memberikan kepercayaan kepada salah satu oknum anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) berinisial MO untuk mewakili perusahan mengurus segala hal yang berhubungan lahan tersebut.
“Jadi saya melakukan pertemuan awal karena mereka mau turun survey dan minta mereka membayar uang survey terlepas dari uang permisi. Namun disaat pak Ondo menandatangani surat untuk survey, tim survey masuk tanpa ada konfirmasi. Mereka masuk survey diam-diam keluar pun diam-diam,” kata Mathin.
Tidak lama setelah survei, pihak perusahan masuk untuk mulai kerja dilakukan tandatangan kontrak kerjasama. Saat itu lanjut dia, pemilik lahan/Ondo tidak melarang perusahan masuk untuk mulai bekerja.
“Karena perusahaan sudah berjanji akan membayar hak-hak pemilik lahan melalui oknum anggota MRP (MO). Namun sampai dengan saat ini dana yang dijanjikan tidak dibayarkan,” ungkapnya.
“Oleh karena itu, sekitar bulan april kami melaporkan persoalan ini ke Polres Jayapura dan sudah dilakukan pertemuan. Dalam pertemuan itu, oknum anggota MRP (MO) mengatakan dalam waktu dekat akan mempertemukan pimpinan perusahaan dengan kami tapi sampai hari ini tidak kunjung terealisasi,” sambungnya.
Untuk itu, pihaknya telah mengambil langkah tegas dengan menahan alat berat dari perusahaan dan akan melepaskan alat tersebut apabila sudah ada kejelasan dari pihak perusahaan.
Sementara itu Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Barapen Papua, Edison Suebu mengecam tindakan pihak perusahan yang telah merusak hutan adat masyarakat namun tidak bertanggung jawab
“Maksud perusahan baik untuk mensejahterakan orang Papua melalui sumber daya alamnya, namun orang yang dipercayakan yang tidak baik. Karena kita tahu perusahaan Nusantara Group ini bukan perusahan kecil tetapi perusahan besar yang tahu aturan,” ungkapnya.
Atas dasar itu, iapun menduga dana yang diperuntuhkan untuk ganti rugi lahan termasuk beberapa hal yang telah disebutkan tadi telah disalah gunakan oleh para perwakilan perusahaan.
“Jadi dugaan saya, pasti dana ganti rugi sudah dicairkan. Tidak mungkin perusahaan sebesar ini memerintahkan untuk membuka lahan apabila belum memberikan kopensasi. Apalagi di Papua kental dengan adat istiadat ganti rugi, uang permisi dan sebagainya,” katanya.
Karena itu, pihaknya mempertanyakan semua yang dilakukan oleh pihak perusahaan. “Terlebih ada surat yang bermaterai dan tidak bermaterai. Surat yang tidak bermaterai untuk apa?, itu yang kita tanyakan dan sudah kita siapkan sebagai bukti,” jelasnya.
Edi menuturkan, jika merujuk pada aturan, perusahan harus memiliki amdal karena sudah membuka lahan dan harus memiliki Pinjam Pakai dari LHK.
“Jika tidak memiliki persyaratan diatas maka perusahaan tersebut bisa dikatakan ilegal,” nilainya.
Ia pun menegaskan, akan mengawal terus kasus ini karena berhubungan dengan kerusakan hutan dan kepentingan masyarakat luas khususnya masyarakat adat.
“Yang jelas kami LSM Barapen akan mengambil langkah tegas karena adanya lingkungan yang rusak akibat aktivitas dari perusahaan ini“ pungkasnya.