Ketua LSM Papua Bangkit, Ir Hengky Hiskia Jokhu
Sentani – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Papua Bangkit mendukung upaya represif yang dilakukan jajaran Polres Jayapura kepada para pelaku pemalangan Fasilitas Umum (Fasum).
Ketua LSM Papua Bangkit Ir. Hengky Hiskia Jokhu menyatakan dukungan itu mengingat dalam beberapa waktu lalu hingga saat ini, masih terjadi aksi-aksi pemalangan terhadap sarana publik seperti puskesmas maupun sekolah di Kabupaten Jayapura.
“Kami sangat mendukung tindakan tegas atau represif bagi kelompok masyarakat adat yang mengatasnamakan pemilik hak ulayat yang melakukan aksi pemalangan Fasum. Kepolisian khususnya Polres Jayapura harus mampu menindak tegas kelompok yang dengan sengaja memalang rumah sakit, Puskesmas, sekolah, perkantoran, ruas jalan dan lain sebagainya. Karena, hal ini akan menghambat pelayanan dan merugikan masyarakat maupun pemerintah,” ujar Hengky Jhoku dalam jumpa pers di Doyo Baru, Kabupaten Jayapura, Jumat (8/3/2024).
Termasuk aksi pemalangan yang terjadi di lokasi Puskesmas Komba, Distrik Sentani. Di mana, kata Hengky pelayanan di Puskesmas Komba itu sampai saat ini tidak berjalan dengan baik karena adanya aksi pemalangan. Sehingga masyarakat sampai sekarang tidak bisa melakukan pemeriksaan kesehatan dan juga mendapatkan layanan kesehatan.
Menurut Hengky, apabila masih dilakukan pemalangan, pastinya yang menjadi korban adalah masyarakat dan ini sudah melanggar aturan.
“Ini tindakan tidak berperikemanusiaan. Oleh karena itu, aparat kepolisian harus bisa melakukan upaya represif kepada pihak yang melakukan aksi pemalangan fasilitas umum seperti yang terjadi di Puskesmas Komba. Aparat penegak hukum tidak boleh takut, karena itu fasilitas umum yang di palang,” pinta Hengky.
Hengky selaku pemilik lokasi tanah di Puskesmas Komba ini mengaku sudah melaporkan perihal pemalangan Puskesmas Komba itu kepada Kapolri.
“Karena pelayanan publik di sana terganggu sudah berbulan-bulan sehingga ketika berada di jakarta, saya langsung melaporkan hal ini kepada Kapolri,” akunya.
“Kemudian saat ini juga, saya lakukan pengaduan kepada Polres Jayapura agar bisa segera diambil langkah-langkah hukum sesuai aturan yang berlaku,” sambungnya.
Hengky menuturkan, bahwa dirinya sangat mendukung langkah-langkah apa saja yang akan dilakukan Polres Jayapura dalam hal ini Kapolres Jayapura kepada kelompok masyarakat adat yang suka melakukan aksi pemalangan fasilitas umum.
Supaya ada pembelajaran kepada segelintir kelompok masyarakat adat, agar itu tidak boleh dilakukan dengan seenaknya masyarakat melakukan pemalangan di lokasi pelayanan sarana publik.
Hengky mengingatkan, jika ini dibiarkan hingga berbulan bulan, apalagi pemerintah daerah juga masa bodoh, maka langkah yang diambil Hengky Jokhu adalah kembali melaporkan ke Kapolri.
“Untuk itu, saya berharap apabila terjadi aksi pemalangan lokasi pelayanan publik, tentu harus secepatnya dilakukan langkah hukum secara tegas dalam arti diproses hukum di pengadilan untuk membuktikan siapa yang salah,” terangnya.
Mantan Aktivis 90 itu juga menjelaskan, jika terjadi aksi pemalangan oleh kepala suku atau pemilik hak ulayat, maka tidak boleh diberikan kompensasi uang tunai. Karena pemerintah harus bisa berkaca pada Otsus jilid I yang sudah berjalan 20 tahun, yakni setiap ada pemalangan maka kompensasi diberikan dengan berupa uang tunai dan akhirnya uang ini digunakan untuk hal-hal yang tidak baik, mulai dari euforia oleh sekelompok tertentu akhirnya ada oknum yang sering memanfaatkan aksi pemalangan agar diberikan kompensasi uang.
“Oleh sebab itu, di Otsus jilid II ini saya berharap sudah tidak ada lagi kompensasi diberikan dengan uang tunai, karena ini bagian tidak mencerdaskan masyarakat selama 20 tahun, apakah ada masyarakat sejahtera dan cerdas selama menerima kompensasi pembayaran pemalangan dan ada hasilnya,” harapnya.
Selain itu ia menambahkan, jika kompensasi nantinya diberikan dengan bentuk beasiswa pendidikan kepada anak-anak di tempat atau lokasi berupa asuransi di bank atau dibangunkan fasilitas sarana dan prasarana di daerah tersebut, tentu itu akan lebih bermanfaat agar dapat membantu masyarakat lebih maju dalam pembangunan, membuat anak-anak menjadi pintar dan tidak putus sekolah, serta ini hasilnya bisa kelihatan.
“Tidak boleh ada pemberian uang secara tunai, karena ini hanya akan dinikmati segelintir orang saja. Nanti jika ada yang tidak kebagian, maka akan ada yang melakukan aksi palang lagi termasuk ini akan menjadi kebiasaan,” tegasnya.
Kemudian, jika ada pemilik hak ulayat merasa itu tanah milik mereka tentunya harus dibikinkan sertifikat di BPN sesuai dengan aturan. Sehingga jika ada yang menggangu tanah tersebut, maka ada bukti sertifikat dan ini yang bisa dipertanggungjawabkan ke negara.
“Jangan hanya mengaku kepala suku atau Ondofolo, tetapi tidak tahu aturan hukum di Indonesia,” tandas pria yang juga mantan Ketua Kadin Kabupaten Jayapura ini.