Wakil Ketua II DPD PSI Kabupaten Jayapura, Michael Jhon Yarisetouw S. Si
Oleh: Michael Jhon Yarisetouw S. Si
Tahukah anda, pragmatisme telah merajalela dalam politik di Indonesia dan yang terjebak dalam Pragmatisme bukan hanya para politisi tetapi rakyat pun ikut terjebak
William James pemerhati pragmatisme pernah berkata “Anda dapat menjelaskan sesuatu hal adalah begini dan bagitu. Namun pada akhirnya, yang penting adalah harganya.” Padangan ini menjadi baik jika yang dimaksud bukan hanya sekedar uang, tetapi kegunaanya pula.
Namun kenyataannya berkata lain, semanis apa pun para politisi bercerita tentang visi dan pandangan pembangunannya untuk meraih suara, kebanyakan rakyat tetap akan berkata “ya berapa dulu bayarannya!”.
Tentu bisa banyak kemungkinan yang menyebabkan rakyat terjebak dalam pragmatisme, seperti misalnya perilaku elit politik yang setelah terpilih melupakan janji-janji politiknya, atau para elit sendiri yang mengajarkan praktek pragmatisme ini kepada rakyat.
Pada akhirnya jika praktek pragmatisme itu terus menjebak politisi dan rakyat (tidak diperangi dengan kesadaran bersama), demokrasi di Indonesia akan menjadi demokrasi yang transaksional, yang menghasilkan elit politik yang bobrok: menghasilkan kebijakan publik yang buruk, serta sudah pasti praktek KKN akan masif dilaksanakan.
Tentu saja kemungkinan kerusakan Negara terjadi, dan tujuan Negara ini menjadikan seluruh rakyatnya sejahtera akan jauh dari harapan. Indonesia Emas 2045 akan hanya menjadi impian.
Jadi mari kita putuskan pragmatisme: masyarakat memberikan suara kepada politisi yang jelas rekam jejaknya dan memiliki integritas; politisi berpolitik dengan santun dan adil mewujudkan demokrasi yang inklunsif.
Ahh sudahlah, ini hanyalah opini yang muncul karena kopi di dalam cangkir hampir habis.