Jakarta – Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani menyebut urgensi pembentukan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) bukan hanya untuk melindungi Pekerja Rumah Tangga (PRT). Namun, kata dia, juga memberikan kerangka regulasi terkait hak dan kewajiban bagi pekerja, pemberi kerja, dan penyalur PRT.
“Ini sesuai dengan salah satu agenda prioritas Presiden di tahun 2023, yaitu penguatan perlindungan hukum, sosial, politik dan ekonomi untuk rakyat,” kata Jaleswari, di gedung Bina Graha, Jakarta, Kamis (5/1).
Jaleswari memastikan, bahwa Kantor Staf Presiden berkomitmen untuk terus mengawal pembentukan RUU PPRT yang saat ini masuk dalam program legislasi nasional prioritas 2023 sebagai RUU inisiatif DPR RI. Diantaranya, dengan mendorong kolaborasi secara paralel, baik antar kementerian/lembaga, maupun dengan organisasi masyarakat sipil.
“Kolaborasi ini dilakukan melalui Gugus Tugas yang melibatkan delapan kementerian/lembaga. Dan gugus tugas ini diharapkan dapat melanjutkan keberhasilan pengesahan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” ujarnya.
Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, Keamanan, dan Hak Asasi Manusia ini membeberkan hasil kinerja gugus tugas percepatan pembentukan RUU PPRT.
“Gugus tugas telah menghasilkan strategi komunikasi publik dan komunikasi politik, sambil terus menerima masukan dari organisasi masyarakat sipil,” ungkapnya.
Sebagai informasi, sebelumnya Kantor Staf Presiden menerima audensi dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), Rabu (4/1).
Pada kesempatan itu, Sri Siti Marni salah satu perwakilan Pekerja Rumah Tangga menyampaikan keinginannya agar pembentukan RUU PPRT bisa segera terwujud. Terlebih, Ia pernah mengalami tindak kekerasan dalam bekerja.
“Adanya UU PPRT dapat memberikan perlindungan, agar teman-teman yang lain tidak mengalami apa yang saya alami. Kami mengharap dukungan Presiden untuk percepatan pembentukan RUU PPRT,” ucap Sri Siti Marni.