JAYAPURA – Pendidikan menjadi impian setiap anak di Papua, dan dari mereka diharapkan akan muncul generasi yang cerdas dan baik dimasa yang akan datang. Oleh karena itu, sejak dilantik sebagai gubernur dan wakil gubernur Papua, Lukas Enembe-Klemen Tinal (LUKMEN) tahun 2013 lalu, pendidikan menjadi prioritas bagi anak-anak Papua untuk mengejar ketertinggalannya.
Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPPAD) Protasius Lobya mengatakan, pembangunan pendidikan di era kepemimpinan Lukmen, kewenangan pengelolaan pendidikan dari PAUD hingga SMA/SMK ada di kabupaten dan kota. Artinnya, kebijakan khusus pendidikan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) adalah memberikan dukungan penuh terhadap penyelenggaran pendidikan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota.
“Pemprov hanya mengurus pendidikan yang bersifat prinsip, seperti program Afirmasi pendidikan menengah dan tinggi sesuai agenda nasional mendapat dukungan penuh melalui anggaran Otonomi Khusus, bagimana dalam program ini orang asli Papua bisa mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan di semua perguruan tinggi di seluruh Indonesia,” kata Lobya ketika ditemui pers di ruang kerjanya, Senin (5/12/2022).
Dikatakan, sebelum program afirmasi orang Papua sangat sulit masuk perguruan tinggi di luar Papua, apalagi masuk Universitas Indonesia ataua Universitas Gaja Mada, tapi lewat program Nasional Afirmasi yang didukung penuh oleh pemprov Papua, maka anak-anak Papua setiap tahun mendapatkan layanan pendidikan diseluruh perguruan tinggi negeri yang ada di tanah air, dan mendapat dukungan penuh dari dana Otsus.
Menurut dia, pendidikan menjadi salah satu prioritas dimana pemprov Papua melakukan intervensi dalam memerangi buta aksara bekerja sama dengan perguruan tinggi yang berbasis keagamaan di tanah Papua.
“Angka buta aksara yang tinggi di beberapa daerah, maka kita lakukan intevensi bekerjsama sama dengan beberapa perguruan tinggi maupun instansi terkait lainnya di Nabire, Mimika dan Merauke
. Padahal kewenangan ini ada di pemkab dan pemkot, hal tersebut dapat diatasi bila pemerintah kabupaten mau memberi perhatian lebih pada jenjang pendidikan dasar. Namun dengan berjalannya program kemitraan, Lobia meyakini, angka buta huruf di Papua dapat diturunkan karena sudah ada beberapa kabupaten yang menjadi percontohan,” ujarnya.
Selain itu, kata Lobya, intevensi lainnya adalah melalui Pendidikan Usia Dini (PAUD). Usia ini merupakan cikal bakal sumber daya manusia Papua yang berkualitas di masa depan. Melalui Ketua Bunda PAUD Yulce W Enembe, SH dan para ibu bupati/walikota yang juga selaku bunda PAUD untuk fokus mengurus PAUD di Papua salah satunya membangun PAUD terintegrasi.
Dijelaskan, kenapa memilih PAUD terintegrasi, karena anak sejak dari kandung sampai lahir harus disiapkan dan dirawat baik terutama pemberian gizi.“Sampai dilahirkan hal ini yang harus disiapkan karena anak-anak ini sebagai generasi masa depan Papua,”ucapnya.
Lanjutnya, pelaksanaan amanah Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang memerintahkan pengalihan tugas dan tanggung jawab pengelolaan SMA-SMK dari pemda kabupaten/kota ke Pemprov.
Walaupun pengalihan SMA-SMK secara nasional mulai 2017 lalu, namun dengan alasan kendala pendataan guru dan sekolah sehingga untuk Provinsi Papua diberi kelonggaran dan menerapkan UU tersebut mulai awal 2018.
Pascapelimpahan guru SMA-SMK ke Provinsi Papua, melalui intevensi Gubernur Lukas Enembe menginstruksikan perbaikan nasib guru-guru dengan memberikan Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP).
“Saat ini guru-guru sudah senang dengan adanya TPP, Tapi sayangnya, Peraturan Pemerintah Nomor 106 terkait pengembalian SMA/SMK menjadi kewenangan kabupaten dan kota, ini tentu akan menjadi masalah baru terkiat dengan hal-hal kredit dan lainnya,” jelasnya.
Dia menambahkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua mengharapkan apabila satuan SMA/SMK sudah dipindahkan maka pemerintah kabupaten dan kota perlu menjaga kualitas serta hak-hak para guru sebab dana Otonomi Khusus (Otsus) sudah dikembalikan ke kabupaten/kota.