Jakarta – Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Juri Ardiantoro mengaku tidak pernah meragukan keaslian ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebab, dirinya merupakan pelaku atas proses validasi keabsahan berkas-berkas Presiden Jokowi, termasuk ijazah. Yakni, saat Jokowi mendaftarkan diri sebagai calon Gubernur DKI Jakarta tahun 2012, dan sebagai calon Presiden Tahun 2014.
“Pada saat pak Jokowi mendaftar sebagai calon gubernur DKI saya menjadi Ketua KPU provinsi DKI. Dan saat beliau mendaftar sebagai Capres, saya menjadi Komisioner KPU RI,” beber Juri Ardiantoro, di gedung Bina Graha Jakarta, Senin (17/10).
Juri menegaskan, dalam dua peristiwa tersebut, KPU sebagai institusi yang menerima dan memeriksa dokumen yang diajukan, telah melakukan verifikasi lapangan termasuk membuka dan menerima pengaduan publik bagi calon-calon yang mendaftar.
“Hasil dari pemeriksaan, verifikasi, dan tidak adanya aduan publik, saat itu KPU memutuskan tidak ada keraguan bahwa dokumen-dokumen yang diajukan memenuhi syarat alias asli. Termasuk dokumen ijazah,” kata Juri.
Juri menilai, adanya tuduhan dan gugatan terhadap keaslian ijazah Presiden Jokowi oleh Bambang Tri Mulyono dan pihak-pihak lain, sejatinya bukan hanya persoalan ijazah. Namun, ingin membuat kegaduhan dan tidak peduli Indonesia tenang. Bahkan, sambung dia, mereka juga tidak peduli terhadap usaha-usaha pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, yang telah berhasil bangkit dari berbagai kesulitan akibat pandemi dan mendapat pengakuan dunia.
“Sekali lagi, ini bukan soal Ijazah, mereka sengaja menganggu Pak Jokowi. Karena saya yakin
Bambang Tri Mulyono dan pihak-pihak lain yang ikut mengamplifikasi tuduhan itu, sebenarnya tahu bahwa ijazah pak Jokowi asli,” tandasnya.
Pria kelahiran Brebes ini juga menyebut, bahwa isu ijazah palsu Presiden Jokowi sengaja digulirkan oleh Bambang Tri Mulyono dan pihak-pihak lain, karena mereka tidak ingin melihat kesuksesan Presiden dalam membawa kemajuan bagi Indonesia. Selain itu, bentuk kekhawatiran terhadap pengaruh Presiden Jokowi pada Pemilu 2024.
“Mereka khawatir terhadap kontestasi 2024. Di mana ketokohan dan keberhasilan pak Jokowi yang diyakini memiliki pengaruh yang sangat kuat dan menjadi kiblat pilihan politik masyarakat. Jadi sekali lagi, ini bukan soal ijazah saja,” pungkasnya.