Jayapura : Terkait dengan adanya surat pengaduan/aspirasi masyarakat atas perlakuan tidak adil dan diskriminatif, yang dilakukan oleh Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (KBBPOM) Jayapura terhadap masyarakat yang ada di Kabupaten Jayapura dan Keerom dalam penyelesaian Pangan Daluarsa, ditanggapi serius Anggota Komisi II DPR Papua bidang Ekonomi, Mustakim HR, SE, SH, M.Si, MH.
Bahkan, ia membenarkan jika pihaknya telah menerima surat pengaduan tersebut beberapa hari lalu.
Sebagaimana, surat aduan itu diajukan pada tanggal 3 Oktober lalu oleh Yulius D Teuf, SH selaku kuasa hukum dari tiga orang pedagang yang sampai saat ini perkara hukum mereka masih terkatung – katung lantaran belum ada kepastian hukum tetap.
Oleh karena itu, dengan adanya pengaduan yang ditujukan kepada Ketua DPR Papua, kata Mustakim, tentunya pihaknya akan mengingatkan kepada pimpinan untuk mempelajari pengaduan dari masyarakat.
“Semua aspirasi yang masuk dari gedung Lembaga ini, tentu wajib bagi kita untuk menindaklanjuti ini. Apalagi ini kan aspirasi dari masyarakat, sehingga kami tetap akan menindaklanjuti hal ini dengan menghadirkan yang berkepentingan,”kata Mustakim ketika ditemui wartawan di ruang kerjanya, Senin 10 Oktober 2022.
Dijelaskan, karena surat pengaduan ini ditujukan kepada Ketua DPR Papua, maka hal itu akan disesuaikan dengan waktu dari Ketua Dewan. Sementara Komisi II yang membidangi masalah Ekonomi, akan mengingatkan kepada pimpinan untuk melakukan hearing/dengar pendapat terutama dari masyarakat dalam hal ini para pedagang yang merasa dirugikan.
“Jadi kasus ini sebenarnya sudah lama. Kalau nggak salah di tahun 2017 – 2018. Dimana saat itu ada pedagang dari Kabupaten Jayapura yang sudah diproses di pengadilan dan sudah dijatuhkan vonis kurungan,”ungkap Mustakim.
Selain itu juga lanjut Mustakim, ada pedagang di Kabupaten Keerom yang didatangi oleh BBPOM. Dimana saat itu ada pelaku usaha yang rumahnya sempat di gerebek dan dikepung aparat. Sehingga menjadi trauma yang berkepanjangan.
Menurut Mustakim yang juga sebagai Ketua Fraksi Demokrat DPR Papua ini, masalah pangan kadaluarsa/ekspire yang ditemui oleh Balai Besar Pengobatan Obat dan Makanan (BBPOM) saat sidak di Kabupaten Jayapura dan Keerom, seharusnya tidak berlarut – larut. Apalagi persoalannya kalau menjerat para pelanggar hukum, artinya kalau berbicara masalah perlindungan konsumen ada Undang – Undang yang mengatur disitu.
“Saya sendiri tidak memahami kenapa Balai POM beserta jajarannya bertindak seperti itu. Apalagi disitu ada aparat kepolisian bisa menggiring para pelaku ini ke ranah Peradilan Umum. Bahwa mereka melanggar UU Perlindungan konsumen. Sedangkan UU Perlindungan Konsumen seharusnya berlaku terhadap para produsen dan bukan para pengecer atau kios – kios kecil,” cetusnya.
Padahal kata Mustakim, para pedagang kios ini adalah rakyat kecil dengan mempunyai modal tidak sampai ratusan juta bahkan milyaran. Ditambah lagi, para pedagang ini bukan masuk dalam produsen.
Menurutnya, harus ada sebab akibat.
Berikutnya jika memang dikatakan para pedagang ini melanggar undang – undang, maka sebab akibatnya apa?. Siapa yang melapor dan kemudian siapa yang menjadi korban.
Sekedar diketahui, kasus yang terjadi saat ini dan perkaranya di Pra Peradilankan di PN Klas IA Jayapura oleh Yulius D Teuf selaku kuasa hukum dari ketiga orang pedagang yakni Warianty pemilik kios As Zahra di Sentani. Ita P Astuti Pemilik Kios Atma Jaya yang berdomisili di Arso dan Darmawati Pemilik Kios Chaidir Jaya beralamat di Sentani.
“Dalam kasus ini tidak ada yang melapor. Tidak ada juga yang membeli dan tidak ada juga korban. Artinya jika ada konsumen yang mengkonsumsi barang yang dijual atau ada yang melapor bahwa kami belanja, setelah kami mengkonsumsi akibatnya Kesehatan kami terganggu. Tetapi ini tidak ada yang mengadu/melaporkan hal seperti itu. Berarti tidak ada orang yang dirugikan,”tandasnya.
Hanya saja, politisi Partai berlambang Mercy ini mempertanyakan, mengapa kasus ini diproses lebih lanjut. “Kalau toh ada, seharusnya ditemukan bukti adanya barang kadaluarsa. Maka proses pengadilannya masuk ke Tipiring (Tindak pidana ringan). Barang nya disita dan dimusnahkan. Kan masyarakat sudah rugi. Jadi kalau dibawa sampai ke ranah hukum dan kejar terus kasusnya. Ini ada apa ?. pelakunya ini hanya masyarakat kecil saja,” ujar Mustakim dengan nada ketus.
Dengan demikian, Legislator Papua ini menduga kemungkinan, praktek – praktek seperti ini bukan hal baru. Hanya saja masyarakat belum berani bersuara.
“Untuk itu, kami ingin kepada masyarakat, kalau memang merasa dirugikan, segera bersuara. Karena negara kita ini adalah negara hukum. Jadi tidak ada yang kebal hukum. Walaupun penegak hukum, tetapi belum tentu dia benar. Jadi jangan masyarakat saja menjadi objek. Saat ini semua harus kita perlakukan dengan adil,”tegas Mustakim.
Namun ketika ditanyakan terkait Kuasa Hukum ketiga pedagang yang mengajukan pra peradilan lagi atas kasus ini. Dengan tegas Mustakim mempersilahkannya, sebab dirinya pun menilai masyarakat juga merasa sangat tidak puas dengan putusan sebelumnya.
“Apalagi belum ada undang – undang yang melarang untuk mem Pra Peradilankan lebih dari satu kali,” terangnya. (Tiara).