Jayapura – Tak ingin Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK melakukan pemanggilan paksa terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe (LE), terkait penetapannya sebagai tersangka perihal kasus dugaan gratifikasi sebesar Rp 1 milliar, kini Keluarga Gubernur Papua, Lukas Enembe mendatangi DPR Papua dengan membawa surat pernyataan sikap, pada Senin 03 Oktober 2022.
Dalam pernyataan sikap itu, keluarga Lukas Enembe dari Suku Lani dan Gereja GIDI dan disampaikan ke DPR Papua, yang diantara langsung oleh Ketua Koalisi Rakyat Papua (KRP), Diaz Gwijangge kepada Wakil Ketua I DPR Papua, DR. Yunus Wonda, SH, MH didampingi Ketua Kelompok Khusus DPR Papua, Jhon NR Gobai dan Anggota Komisi I DPR Papua, Las Nirigi di ruang kerja Wakil Ketua I DPR Papua, Senin, 3 September 2022.
“Sehubungan dengan adanya upaya panggilan paksa terhadap anak kami Lukas Enembe sesuai penetapan tersangka oleh KPK beberapa waktu lalu untuk disidik, maka izinkan kami untuk menyampaikan pandangan hukum adat kami bahwa Pak Lukas Enembe belum bisa keluar dari rumah dikarenakan adat kami tak mengijinkan orang sakit, anak-anak dan perempuan ‘berperang’,” kata Dias Gwijangge.
Mantan Anggota DPR RI itu pun menjelaskan, bahwa maksud perang dalam hal ini, ia melakukan pembelaan dirinya dari tuduhan yang dialamatkan terhadap dirinya (Lukas Enembe).
“Begitulah adat kami menilai permasalahan ini secara sebenar-benarnya tanpa ada maksud pretensi dan maksud lain apapun, sehingga sebanyak 40 orang yang sudah bersedia mati untuk mempertahankan adat kami akan mempertahankan harga diri adat kami dalam menyikapi masalah ini,” tegasnya.
Namun lanjut Diaz Gwijangge, keluarga akan mempersilahkan Lukas Enembe keluar rumah setelah benar benar sembuh dan bisa diperiksa.
Pada kesempatan itu, Diaz menegaskan, jika hal itu sama sekali bukan untuk melawan aparat, atau menghalang-halangi proses penegakan hukum, apalagi melawan negara.
Apalagi, ungkap Diaz, diketahui jika Lukas Enembe sudah 20 tahun lebih telah mengabdi kepada Merah Putih sebagai PNS dan kepala daerah. Oleh sebab, pandangan adat yang tumbuh dalam hukum adat kami seperti ini.
“Untuk itu, kami mohon agar dijembatani oleh institusi bapak sebelum adanya jatuh korban karena adanya ketidak-fahaman diantara orang adat yang memegang teguh adatnya dan pandangan kekuasaan hukum modern, sehingga dalam mediasi itu, masing-masing pihak bisa menahan jeda sejenak untuk saling memahami kondisi realitas pandangan adat dan pandangan pemerintahan modern,” tutur Diaz.
“Sambil dokter independen dipersilahkan mendiagnosa menyeluruh keadaan sakit anak kami Lukas Enembe yang sejujurnya, agar masalah ini menjadi terang benderang dan jelas,” sambungnya.
Sekedar diketahui, dalam surat permohonan ini selain ditandatangani Ketua Koalisi Rakyat Papua (KRP) for LE, Diaz Gwijangge, juga ditandatangani oleh pihak keluarga Lukas Enembe, Katies Enembe, Anggota DPD RI, Herlina Murib dan Presiden GIDI, Pdt Dorman Wanimbo.
Bahkan, surat itu ditembuskan kepada KASAD di Jakarta, Pangdam XVII/Cenderawasih, Kapolda Papua, Ketua Komnas HAM RI, Komnas HAM Perwakilan Papua, Komandan Korem 172/PWY, Komandan Kodim Jayapura dan Komabdan Koramil Muaratami.
Selain itu, Diaz Gwijangge juga mengatakan, jika sampai saat ini, masih ada unsur pemaksaan dan membangun narasi luar biasa terhadap Lukas Enembe. Tentu ini menjatuhkan mental. Apalagi, Lukas Enembe bukan sekedar gubernur, tetapi juga kepala suku.
“Ini pembunuhan karakter dan kami tidak terima sebagai keluarga dan beliau sebagai pengayom bagi orang Papua seluruhnya. Kami tidak terima itu, hak pribadinya harus dihargai,” tekannya.
Pasalnya kata Diaz, narasi yang disebarkan bahwa seolah-olah Lukas Enembe sakit dibuat-buat, sehingga ini sangat tidak diterima oleh keluarga. Padahal, negara tahu jika Lukas Enembe sudah sakit 3 tahun lalu, bahkan struk sudah 4 kali.
“Tapi, beliau dibilang mangkir dari panggilan KPK dengan alasan sakit. Itu bukan dibuat-buat, tapi ini riil karena sekian tahun beliau memang sakit dan orang tahu itu,” tandas Diaz.
Bahkan, Diaz Gwijangge menilai jika penetapan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus gratifikasi oleh KPK itu, diluar prosedur hukum, lantaran Lukas Enembe belum pernah diperiksa oleh KPK.
Meski demikian ungkapnya, Lukas Enembe melalui pengacara akan mememuhi panggilan, namun bukan saat ini.
Hanya saja ujar Diaz, keluarga menolak lantaran adanya mobilisasi aparat keamanan yang berlebihan dan pihaknya keluarga tidak ingin ada konflik dengan aparat keamanan.
“Kami tidak mau ada konflik antara kami dengan aparat keamanan. Apalagi, sudah banyak orang Papua yang tiap hari ada yang mati, sehingga kami hari ini ingin selamatkan kaka gubernur karena sedang sakit, jangan sampai jatuh sakit lagi,” ucapnya.
“Biarkan dia (Lukas Enembe) berobat, kami Koalisi Rakyat Papua dan Keluarga minta kepada DPR Papua agar kami jadi jaminan dan beri garansi bahwa beliau akan relakan untuk berobat. Surat ini secara adat bahwa Lukas Enembe sebagai anak adat,” timpalnya.
Oleh karena itu, sebagai pihak keluarga, Diaz meminta siapapun termasuk pejabat negara untuk tidak mengeluarkan narasi baik di media cetak maupun elektronik, karena hal itu menjadi bola liar.
“Mau penjabat gubernur di Papua Barat kah maupun pejabat negara di pusat, tidak usah bicara, karena ini ranahnya hukum. Bukan ranahnya politik, kalau ada kepentingan lain, bukan berarti kami yang tuduh, anda sendiri yang kasih tahu bahwa kamu sengaja mengganggu pak Lukas dalam pemerintahan, kami sudah baca itu,” cetusnya.
Sementara itu, Wakil Ketua I DPR Papua, DR. Yunus Wonda, SH, MH mengaku telah menerima aspirasi dari Koalisi Rakyat Papua for Lukas Enembe, tentunya ini akan ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme.
Yang jelas, kata Yunus Wonda, aspirasi terkait Save LE ini sudah dibawa ke Jakarta dan diserahkan ke sejumlah pihak.
“Hari ini kami terima aspirasi ini, terkait dengan kesehatan pak Gubernur Lukas Enembe. Dalam pertemuan tadi kita bicara tentang kemanusiaan dan masyarakat pada bertanya bahwa kenapa beliau mau diperiksa dalam kondisi yang tidak sehat?,” kata Yunus.
Apalagi, lanjut Pokitikus Partai Demokrat Papua itu, Lukas Enembe memang sedang menderita sakit. Apalagi yang mengetahui beliau sakit bukan hanya keluarga saja, bahkan pemerintah pusat dan Presiden juga sudah mengetahuinya.
“Beliau stroke ke empat. Bahkan, beliau pada periode kedua ini hampir fokus pada kesehatan, karena beliau sakit bukan sakit biasa saja, tapi sakit berat. Bayangkan, sejak PON itu beliau tidak bisa bersuara. Itu bisa muncul dilayar, itu hasil edit saja, beliau tidak bisa berbicara langsung dan kini sedang pemulihan,” terangnya.
Oleh karena itu, tandas Penasehat Fraksi Demokrar DPR Papua, masyarakat meminta agar KPK dapat menghormati haknya Lukas Enembe sebagai warga negara, terutama hak mendapatkan kesehatannya.
“Kalau beliau kondisi sehat dan normal, saya pikir beliau akan proaktif. Namun, kondisi beliau ini benar-benar sakit. Apalagi, pemeriksaan itu bukan hanya 1 – 2 jam, bisa diatas 10 jam. Nah, itu beliau tidak bisa,” ungkapnya.
Untuk itu, legislator Papua ini menambahkan, jika Lukas Enembe sebagai warga negara yang tentunya taat terhadap hukum, namun karena kondisi kesehatannya, sehingga ia membutuhkan jaminan.
“Jadi kalau hari ini banyak media bilang beliau mangkir, takut dan lainnya, itu salah. Itu statemen yang menjadi provokasi yang membuat tidak bagus. Jadi mari kita bersama ciptakan Papua yang aman dan nyaman,” tutup Yunus Wonda. (Tiara).