JBR : Masalah Ini Harus Diperjuangkan di Pusat
Jayapura – Pelaksanaan Pemilu tahun 2024 di Papua menjadi polemik bagi penyelenggara dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua. Pasalnya, rendahnya perekaman e-KTP termasuk daerah rawan konflik, dan rekrutmen politik orang asli Papua serta Daerah Otonom Baru (DOB) menjadi tugas berat bagi KPU Papua.
Menanggapi hal itu, Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, SE mengakui, jika itu fakta yang terjadi saat ini di Papua menjelang Pemilu 2024, yang memang harus diseriusi bersama.
Bahkan, legislator Papua ini akui bahwa rendahnya perekaman e-KTP dan masalah keamanan di Papua bukan sebuah isu lagi, itu fakta.
“Sebenarnya itu bukan isu, tapi kenyataan di Papua bahwa sampai saat ini, perekaman e-KTP itu sangat rendah,” ungkap Jhony Banua Rouw atau disingkat JBR kepada sejumlah Wartawan, usai mengikuti Rapat Konsolidasi dan Sinergisitas KPU Bersama Forkompinda dan Stakeholder Terkait Dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan Serentak tahun 2024 yang digelar di Hotel Grand Abe, Kota Jayapura, Selasa, 26 Juli 2022.
Padahal, lanjut Jhony Banua Rouw, perekaman e-KTP itu akan digunakan untuk kepentingan verifikasi partai politik dan pemilih harus punya e-KTP.
“Itu artinya, akan banyak masyarakat Papua yang tidak bisa menggunakan hak suaranya dalam Pemilu 2024 nanti,” tekannya.
Sehingga, Politisi Partai NasDem ini mempunyai fealing, bahwa jika hal itu terjadi pada Pemilu 2024, maka akan menimbulkan konflik.
“Jadi, apa yang kita bicarakan dalam rapat tadi, semua jelas bahwa itu salah satu sumber yang menjadi konflik. Contohnya, ada 1 kampung terdapat caleg yang sudah nyata akan mempunyai suara disitu, namun waktu hari H, kertas suara tidak sesuai pada Pemilu 2024. Nah, itu akan menjadi masalah,” ujarnya, mengingatkan.
Selain itu, kata Jhony Banua Rouw, permasalahan itu juga akan terjadi di kantong – kantong atau basis suara bagi Orang Asli Papua (OAP).
“Nah, itu berarti kenyataan yang dilihat bahwa pada hasil Pemilu 2019, lebih banyak non Papua yang duduk di kursi legislatif dibandingkan dengan Orang Asli Papua di tingkat kabupaten,” kata Jhony Banua Rouw.
Bahkan, Jhony Banua Rouw yang juga sebagai Ketua Perbakin Papua ini memprediksi hal itu akan terjadi lagi pada Pemilu 2024, sebab kantong-kantong suara atau basis suara bagi caleg OAP, tidak akan dapat, lantaran banyak penduduk OAP yang tidak terdftar sebagai pemilih karena tidak melakukan perekaman e-KTP.
“Jadi, itu yang akan membuat DPR kabupaten/kota, bahkan provinsi akan diisi oleh non OAP. Akhirnya bisa jadi pemicu konflik lagi, dimana sesama masyarakat OAP, tidak memberikan suara kepada caleg OAP, namun karena sistem yang ada,” tandas Jhony Banua.
Untuk itu, sebagai Ketua DPR Papua Jhony Banua Rouw mengajak KPU Papua, Bawaslu Papua dan Forkompinda Papua segera membentuk tim untuk sama-sama berangkat ke Jakarta untuk menyampaikan permasalahan serius yang ada di Papua menghadapi Pemilu 2024.
“Mari bentuk tim, kami sama-sama berangkat ke Jakarta. Kita menyampaikan permasalahan kami di Papua, supaya di pusat mengerti. Apalagi, pusat telah memberikan affirmasi bagi kita yakni pemilu dengan sistem noken. Kenapa sekarang soal DPT juga yang harus berbasis e-KTP, sebab bisa saja di daerah-daerah noken itu tidak harus menggunakan e-KTP,” tukasnya.
“Makanya kita harus sama-sama ke pusat untuk menyampaikan itu, untuk mencari solusi. Jangan menunggu sudah waktunya datang, kita ribut. Nah, sekarang kita sudah tahu, mari kita ke pusat untuk membicarakan itu untuk mencari solusi yang terbaik untuk Tanah Papua menghadapi Pemilu 2024,” tegasnya lagi.
Menurut Jhony Banua Rouw, hal itu harus diperjuangkan ke pusat bahwa ada permasalahan dan problem yang akan dihadapi pada Pemilu 2024, sehingga harus diselesaikan agar Pemilu 2024 diharapkan bisa berjalan damai, aman dan partisipasi pemilih tinggi.
Apalagi tekannya, setiap warga negera diberikan kesempatan untuk menggunakan hak suaranya. Itu adalah jaminan Undang-undang yakni setiap warga negara punya hak dipilih dan memilih.
“Ya memang kenyataannya kita tidak bisa pergi sampai ke pelosok untuk melakukan perekaman,” imbuhnya.
Bahkan Jhony mengungkapkan, jika perekaman e-KTP yang dilakukan kabupaten/kota di Provinsi Papua baru mencapai 45,3 persen. Dan lebih parah lagi, rendahnya perekaman e-KTP itu, ada di kabupaten yang merupakan basis OAP.
“Nah, itu menunjukkan kantong-kantong kita yang sesungguhnya OAP ada di sana. Jadi, jangan lihat presentasenya secara total, mungkin Kota Jayapura sudah 80 persen lebih, tapi di wilayah gunung justru malah ada yang dibawah 10 persen,”pungkasnya.(Tiara)