Pasific Pos.com
Ekonomi & BisnisHeadline

Datangi KSP, Nelayan dan Pelaku Usaha Perikanan Tangkap Mengadu Soal BBM Hingga Pajak

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Alan F. Koropitan menemui nelayan dan pelaku usaha dari sejumlah daerah di pulau Jawa, di gedung Bina Graha Jakarta, Jum’at (17/6).

Jakarta – Nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap dari sejumlah daerah di pulau jawa mendatangi Kantor Staf Presiden, di gedung Bina Graha Jakarta, Jum’at (17/6). Mereka ditemui Tenaga Ahli Utama Alan F. Koropitan.

Dalam pertemuan tersebut, sejumlah persoalan terkait perikanan tangkap mengemuka. Diantaranya, soal harga BBM industri untuk kapal nelayan yang dirasa membenani nelayan dan pelaku usaha. Riswanto salah satu pelaku usaha perikanan tangkap asal Tegal Jawa Tengah mengaku keberatan dengan harga solar industri yang mencapai Rp 16.000 rupiah per liter. Padahal di saat bersamaan, harga jual ikan justru rendah sehingga tidak bisa mengimbangi mahalnya harga solar.

“Kami berharap ada kebijakan harga solar industri untuk kapal nelayan di atas 30 GT, yakni sebesar Rp 9.000 per liter. Dengan harga sekarang antara Rp 15.000 – Rp 16.000 sangat memberatkan para nelayan dan pelaku usaha. ,” ungkap Riswanto.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) cabang Tegal ini juga menyebut, bahwa nelayan juga mengalami kesulitan untuk mendapat Solar subsidi untuk kapal di bawah 30 GT. “Nelayan harus antre sampai dua bulan. Kami mohon ada penambahan kuota dan transparansi penyaluran solar subsidi untuk nelayan,” lanjut Riswanto.

Selain soal BBM Industri untuk kapal nelayan, dalam kesempatan itu nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap juga mengeluhkan kebijakan pemerintah Peraturan Pemerintah (PP) No 85/2021 tentang jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Kelautan Perikanan (KKP). Aturan yang dinilai memberatkan, yakni besaran tarif kenaikan PNBP kepada nelayan sekitar 5 – 10 persen.

Nelayan dan pelaku usaha memohon, agar indeks tarif PNBP pasca produksi untuk ukuran kapal lebih dari 60 GT adalah 2 persen, dan kapal ukuran antara lebih dari 60 GT dan kurang dari 1000 GT adalah 3 persen.

Menanggapi sejumlah aduan tersebut, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Alan F. Koropitan menegaskan, akan segera berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait. “Soal BBM kami akan segera koordinasikan dengan BPH Migas. Untuk soal tarif PBNP, juga segera kami sampaikan pada KKP sebagai pemegang otoritas,” tegas Alan.

Ia juga memastikan, pemerintah memberikan perhatian serius terhadap nasib nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap. Hal itu, imbuh dia, sesuai dengan amanah UU No 45/2009 tentang perikanan.

“Pangan laut berkelanjutan juga menjadi program prioritas Presiden. KSP yang mendapat mandat untuk memastikan program-program prioritas ikut mengawalnya. Hasil pertemuan ini akan kami sampaikan kepada Kepala Staf Kepresidenan bapak Moldoko, untuk nanti bisa disampaikan pada Presiden,” tutup Alan.

Leave a Comment