Jayapura – Pimpinan dan sejumlah Aggota Komisi V DPR Papua yang membidangi Pendidikan mengunjungi SMK Negeri 4 Jayapura yang berada di Koya Barat, Distrik Muaratami, Kota Jayapura, Senin 23 Mei 2022,
Disamping mengunjungi sekolah tersebut, tapi juga sekaligus menerima sejumlah keluhan dan aspirasi yang disampaikam oleh beberapa guru atau tenaga pendidik SMK Negeri 4 Jayapura atau Sekolah Agrowisata.
Bahkan, salah satu satu Guru SMK Negeri 4 Jayapura, Aman Mustaki mengatakan, jika pihaknya meminta agar aset asrama yang sempat digunakan untuk penginapan atlet dalam penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua agar diserahkan ke sekolah tersebut.
“Makanya sampai sekarang, asrama itu belum diserahkan. Jadi, kami tidak bisa menggunakan asrama itu sampai saat ini,” ungkap Aman Mustaki dihadapan Ketua Komisi V DPR Papua, Timiles Yikwa, SE juga Anggota Komisi V DPR Papua, Nathan Pahabol, Hengky Bayage, Elly Wonda dan Piter Kwano saat audiens di ruang pertemuan SMK Negeri 4 Jayapura yang terletak di Koya Barat, Senin 22 Mei 2022.
Apalagi lanjut Aman Mustaki, saat ini SMKN 4 Jayaprua tengah menerima siswa baru, yang tentu saja sangat membutuhkan asrama untuk menampung mereka nanti di sekolah tersebut. Sebab, hampir 90 persen lebih anak-anak yang sekolah di SMK Negeri 4 Jayapura ini, merupakan Orang Asli Papua (OAP).
“Memang kami menerima siswa baru tahun ini. Tapi permasalahannya sampai sekarang asrama yang telah direhab dari bantuan PON tahun lalu, hingga kini belum diserahkan ke kami, sehingga belum bisa digunakan,” ungkapnya.
Pada kesempatan itu, Aman pun mengungkapkan, jika saat ini pihaknya juga mengeluhkan adanya pungutan biaya untuk program prakering atau PKL bagi siswanya di sejumlah Balai Pembibitan Waena sebesar Rp800 ribu per siswa.
“Jadi, selama prakering di Balai Pembibitan atau Balai Benih di Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Papua, biayai sebesar Rp 800 ribu. Kasihan anak-anak kita ini, karena untuk membayar komite saja, ada yang 17 bulan tidak dibayar. Padahal, setiap bulannya hanya Rp 100 ribu saja, sehingga mau bayar prakering tidak mampu lagi,” beber Aman Mustaki.
Bahkan, SMKN 4 Jayapura juga ternyata masih kekurangan dokter hewan, sehingga mereka minta agar Komisi V DPR Papua untuk menfasilitasi penambahan dokter hewan tersebut, terutama dokter hewan Orang Asli Papua.
“Kami juga kekurangan peralatan modern, misalnya untuk peternakan. Kami justru kalah dengan para peternak atau petani,” ungkapnya.
Menamggapi hal itu, Ketua Komisi V DPR Papua, Timiles Yikwa, SE langsung menerima aspirasi para guru SMKN 4 Jayapura tersebut yang kemudian pihaknya akan menindaklanjutinya.
“Kami akan tindaklanjuti aspirasi itu. Misalnya, untuk asrama yang belum diserahkan, kami harap dalam waktu dekat akan diserahkan, karena memang Disorda juga mau menyerahkan aset kepada penerima manfaat akhir dari venue PON maupun asrama yang telah dibangun,” kata Timiles Yikwa kepada Pasific Pos, usai kunjungan di SMK 4 Jayapura, Senin 23 Mei 2022.
Untuk itu, pihak SMK Negeri 4 Jayapura yang terletak di Koya Barat, Distrik Muaratami, Kota Jayapura meminta agar aset asrama yang sempat digunakan untuk penginapan atlet dalam penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua agar diserahkan ke sekolah itu.
Timiles Yikwa yang juga merupakan mantan murid dari sekolah tersebut pun mengakui, jika di SMKN 4 Jayapura ini, hampir 90 persen lebih yang sekolah adalah anak Orang Asli Papua yang berasal dari berbagai kabupaten, yang jauh dari orang tua, sehingga membutuhkan asrama yang sudah direhab oleh PB PON Papua itu, namun belum diserahkan.
“Jadi sebelum masuk tahun ajaran baru, diharapkan asrama itu sudah diserahkan ke pihak sekolah,” tegasnya.
Sementata untuk perlengkapan peralatan sekolah maupun keluhan adanya pungutan untuk siswa yang prakering atau PKL, legislator Papua ini menandaskan, akan berkoordinasi dengan Komisi II DPR Papua, sebab OPD itu merupakan mitra mereka untuk menfasilitasi dalam mencari solusi.
“Terkait hal ini, tentu kami akan sampaikan kepada Komisi II DPR Papua untuk menindaklanjuti keluhan siswa PKL yang diminta membayar Rp 800 ribu, yang rinciannya tidak jelas. Itu tujuannya apa?. Apalagi ini dimintai per siswa, ini tentu sangat memberatkan. Padahal, UPT itu milik pemerintah, sehingga jika sudah disiapkan, dan kalau siswa mau PKL disitu, ya diterima saja dan tidak perlu dipungut biaya, apalagi anak Papua yang diperlakukan begitu,” cetusnya. (Tiara)