Jayapura – Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRK Kabupaten Tolikara, Yan Wenda, S. Sos mengungkapkan, ada beberapa oknum kepala dsitrik di Kabupaten Tolikara Provinsi Papua yang melakukan tindakan tidak terpuji terhadap masyarakat setempat dengan mengiming – iming atau menjanjikan sebuah jabatan kepada masyarakat untuk jadikan sebagai kepala kampung di daerah itu, tapi dengan syarat, masyarakat harus memberikan hewan babi atau benda lainnya kepada Kepala Distrik dalam setiap acara yang dilaksanakan di kampungnya.
Dan, sebagai anak daerah yang berasal dari Distrik Timori Kabupaten Tolikara dan juga dari daerah pemilihan (Dapil) Timori, Yan Wenda mengaku geram, sebab salah satu kepala distrik yang melakukan hal memalukan itu, juga dilakukan oleh Kepala Distrik Timori.
“Saya mendapat informasih akurat dari beberapa masyarakat, dimana telah terjadi hal memalukan yang dilakukan oleh sejumlah oknum Kadistrik di Tolikara. Termasuk Kadistrik Timori, mereka benar – benar menjadikan masyarakat sebagai ATM berjalan untuk memenuhi keinginannya bahkan memperdaya kelemahan masyarakat yang ada di kampung itu dengan menjanjikan akan diangkat sebagai kepala kampung di wilayah itu, asal dapat memberikan hewan babi atau pun benda lainnya dalam setiap acara yang dilakukan di distrik tersebut. Perbuatan ini sangat tidak benar dan memalukan,” kata Yan Wenda dengan nada lantang ketika dihubungi Pasific Pos lewat via telepon, Minggu 15 Mei 2022.
Menurut Ketua Fraksi Demokrat DPRK Tolikara itu, ini hal yang sangat merugikan masyarakat, sebab jika tak ada hewan babi ataupun benda lainnya untuk disumbangkan dalam acara itu, maka masyarakat harus meminjam uang untuk membeli hewan babi atau benda lainnya. Sementara kita tahu bahwa, harga seekor hewan babi dibandrol Rp 20 sampai 30 juta.
Untuk itu, sebagai anak daerah yang berasal dari kampung itu Yan Wenda merasa geram dan kesal saat mengetahui perlakuan sejumlah kepala distrik, termasuk Kadistrik Timori terhadap masyarakat kampung, yang jelas jelas tindakan ini sudah menipu masyarakat di kampung.
“Jadi masyarakat mereka melapor tadi, bahwa mereka ada melakukan perjanjian pengangkatan kepala kampung tanpa perintah dari pak bupati. Dan masyarakat kampung disuruh membawa hewan babi dan lain sebagainya. Saya melihat, rakyat ini hanya dimanfaatkan dan hanya dijadikan sebagai investasi atau ATM berjalan untuk memenuhi persyaratan itu agar dapat diangkat sebagai kepala kampung. Ini benar benar keji, demi kepentingan rakyat dijadikan korban,” tandas legislator Papua itu.
Menurut Yan Wenda, sebagai wakil rakyat di lembaga DPRK Tolikara, dirinya merasa harus menyampaikan hal tersebut kepada pemerintah Kabupaten Tolikara dalam hal ini Bupati Usman Wanimbo dan Wakil Bupati Tolikara, Dinus Wanimbo agar segera turun untuk menegur kepala – kepala distrik itu dan menindak tegas mereka.
“Bila perlu dicopot dari jabatannya, karena dengan sengaja dan terang terangan sudah melakukan tindakan penipuan dan perbuatan yang tidak terpuji sebagai pengayom rakyat. Bupati harus mengambil tindakan tegas dan menegur langsung oknum Kadistrik itu, bila perlu dicopot saja jabatannya. Sehingga ada efek jerah dan ini juga dapat menjadi contoh bagi Kadistrik Kadistrik lainnya, agar tidak semena mena memanfaatkan jabatannya untuk memperdayai masyarakat kampung,” tandas Yan Wenda.
Sebab, dari laporan yang diterimanya, beber Yan Wonda, ada sejumlah kepala distrik mereka melakukan pelantikan pelantikan kepala kampung secara ilegal tanpa koordinasi dengan bupati. Apalagi sampai sekarang ini belum ada informasih dari pak bupati untuk pelantikan kepala desa atau kepala kampung.
“Informasi yang beredar saat ini di kalangan kita bahwa yang bisa melakukan pergantian OPD itu adalah pak bupati. Dan itu dilakukan setiap tahun berdasarkan kinerja, sehingga pemerintah daerah melakukan pergantian OPD – OPD. Jadi itu kewenangan bupati dan wakil bupati untuk melakukan hal itu. Karena itu juga menyangkut pemerintahan setiap daerah yang dipimpinnya,”ujarnya.
Sementara tindakan tindakan kepala distrik yang melakukan pergantian kepala kampung, Yan Wonda menilai itu sudah melanggar hukum dari aturan yang ada dalam Permendagri Nomor 82 tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa
“Jadi dalam aturan Permendagri nomor 82 tahun 2015 disitu jelas. Yang mana turunanya menyebutkan bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 70 dan pasal 71, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 43 tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan undang undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, sebagaimana telah diubah dengan peraturan pemerintah nomor 47 tahun 2015 tentang peraturan pelaksanaan undang undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa,” jelasnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, jika seorang pemerintah daerah hendak melalukan pergantian kepala kampung atau kepala desa, maka bupati harus membuat surat peraturan bupati secara tehknis untuk pelaksanaan pemilihan kepala desa dan segera menyiapkan anggaran serta memfasilitasi untuk dilaksanakan pelantikan kepala desa atau kepala kampung yang terpilih.
“Bukan kepala distrik yang melakukan itu, sebab seorang kepala diatrik tidak berhak dan tidak punya kewenangan untuk melalukan pengangkatan apalagi memberhentikan kepala kampung,” tekannya.
Apalagi kata Yan Wenda, pemilihan kepala desa ini harus dilakukan secara demokratis yang diatur dalam undang undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa atau Permendagri nomor 82 tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa.
“Disitu turunannya sudah jelas, kepala desa itu dipilih secara demokratis. Termasuk diajukan calonnya, kreteria kreteria calon kepala desa dan itu sudah diatur dalam regulasi yang sudah ada. Jadi apabila ada kepala distrik melakukan pergantian kepala kampung tanpa sepengetahuan bupati setempat, maka masyarakat bisa menggugat kepala distrik tersebut atas dasar penipuan atau pembohongan publik karena telah mengangkat atau menunjuk tidak berdasarkan undang undang pemerintah yang saya sebutkan tadi diatas,” tegas Yan Wenda.
Apalagi tekannya, tidak ada dalam sebuah regulasi atau atau aturan mana pun, pengangkatan kepala kampung dilakukan oleh kepala distrik, sebab kepala distrik tidak punya kewenangan untuk melakukan pengangkatan atau penunjukan kepala kampung. Jika hal itu terjadi, itu sudah melanggar aturan sebab yang punya kewenangan dan bisa melakukan itu hanyalah seorang kepala daerah dalam hal ini Bupati.
Untuk itu Yan Wenda menyarankan Pemerintah Daerah Kabupaten Tolikara dalam hal ini Bupati dan wakil bupati Tolikara diakhir masa jabatannya yang tak lama lagi akan berakhir, agar dapat melakukan hal yang terbaik untuk masyarakat Tolikara, sehingga tidak ada kesan buruk yang ditinggalkan untuk masyarakat.
“Jadi saya harap bupati dan wakil bupati mereka berdua paham regulasinya itu. sehingga kepala kepala distrik yang melakukan tindakan tidak memalukan kepada masyarakat dengan menjadikan masyarakat sebagai ATM berjalan karena di iming iming akan diangkat sebagai kepala kampung, maka bupati dan wakil bupati segera mengambil tindakan tegas terhadap okum kepala kepala distrik itu dengan mencopot jabatannya dari kepala distrik. Jika ini dibiarkan dan tidak ada tindakan tegas dari pemerintah, maka oknum oknum kepala distrik itu bisa semena mena dengan masyarakat kampung, dan ini sangat merugikan masyarakat semua yang ada disana, karena secara tidak langsung telah memasung hak suara dan mengkerdilkan hak demorasi rakyat,” tutup Yan Wenda. (Tiara).