Jayapura : Komisi I DPR Papua bersama Pemprov Papua melakukan rapat kerja bersama Sekretaris Daerah Provinsi Papua dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam rangka tindaklanjut RIPPP dan Dana Otsus (Block Grant), serta
membahas penanganan masalah pasca konflik terutama bencana sosial atau kemanusiaan yang terjadi di Provinsi Papua.
Apalagi, konflik sosial itu sering terjadi di sejumlah daerah di Provinsi Papua seperti di Kabupaten Intan Jaya, Nduga dan Puncak, yang mengakibatkan warga sipil menjadi korban dan terpaksa mengungsi.
Dalam rapat kerja itu dipimpin Ketua
Komisi I DPR Papua, Fernando Jansen A Tinal didampingi Sekretaris Komisi I DPR Papua, Feryana Wakerkwa, Anggota Komisi I DPR Papua, Las Nirigi, Amos Edoway, Elvis Tabuni dan Ferdinando Bokowi dan dihadiri Sekda Papua, DR M Ridwan Rumasukun juga didampingi Asisten III Sekda Papua, Derek Hegemur dan Kepala Bappeda Papua, Yohanes Walilo.
Ketua Komisi I DPR Papua, Fernando Jansen A Tinal mengatakan, untuk penanganan pasca konflik atau bencana kemanusiaan, itu sudah sering dibahas internal Komisi I DPR Papua, karena ketika turun pasca terjadinya konflik sosial, sudah ada penanganan – penanganan, namun belum diketahui secara mendetail.
“Memang ada masukan untuk penanganan pasca konflik sosial atau bencana kemanusiaan itu. Diharapkan ke depannya kita lebih sigap dalam penanganannya, sehingga tadi kita minta penjelasan Pemprov Papua ada penjelasan, selain ada dana atau biaya tak terduga, kira – kira ada sumber – sumber anggaran lain. Tadi sudah disampaikan ada di dinas sosial,” kata Jansen Tinal kepada Wartawan usai rapat kerja, Jumat 8 April 2022.
Hanya saja lanjut Jansen Tinal, ke depannya Komisi I DPR Papua menginginkan agar penanganan pasca konflik sosial atau kemanusian itu, memang harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat, seperti terjadi bencana alam.
Yang jelas, kata Politisi Partai Golkar itu, kejadian di daerah konflik ini, merupakan bencana kemanusiaan yang perlu mendapatkan perhatian dan penanganan khusus tentunya, sehingga diharapkan bupati setempat terutama di daerah konflik supaya memberikan laporan kepada gubernur atau Pemprov Papua dan membuat status penanganan pasca konflik itu.
“Misalnya terjadi bencana alam, ada status tanggap darurat. Nah, ketika terjadi bencana kemanusiaan, kami harap pemerintah daerah setempat juga menetapkan statusnya, misalnya status darurat yang tidak bisa dihandle kabupaten itu sendiri sehingga perlu bantuan dari Pemprov Papua, maka tugas bupati harus memberikan laporan kepada gubernur bahwa perlu bantuan untuk penanganannya,” terangnya.
Ketika ditanya, apakah perlu penambahan anggaran untuk penanganan bencana kemanusiaan melalui Biaya Tak Terduga dalam APBD Papua itu? Jansen Tinal mengatakan jika hal itu dilihat terlebih dahulu, sebab APBD sudah ditetapkan.
“Nanti apakah ada di perubahan diperlukan, karena kita juga bisa mengajukan ke tingkat nasional,” ujar Jansen Tinal.
Sebab, ungkap Jansen Tinal, penanganan pasca konflik atau bencana kemanusiaan itu masalah kebutuhan dasar seperti pangan, sandang dan papan. Termasuk pendidikan dan kesehatan itu juga harus diperhatikan, karena biasanya di daerah konflik itu, ada pengungsian.
“Kalau mengungsi di kota terdekat tidak masalah, tapi kalau di daerah konflik, pendidikannya terputus kan kasihan generasi ke depan Papua nanti seperti apa,” imbuhnya.
Bahkan, kata Jansen Tinal, untuk layanan kesehatan sangat penting terutama ibu dan anak serta trauma healing, sehingga perlu pendampingan terhadap korban atau terdampak konflik.
Sementara itu, Asisten III Sekda Papua, Derek Hegemur mengatakan, jika memang terjadi bencana termasuk bencana sosial juga pengungsian, Pemprov Papua tetap harus memberikan perhatian dan bantuan.
“Seperti kejadian di Intan Jaya, Nduga dan Puncak. Bantuan – bantuan dalam bama itu ada diberikan melalui dinas sosial,” ungkapnya.
“Jadi, meski dari volume bantuan itu dinilai masih kurang, namun itu tetap menjadi perhatian Pemprov Papua,” timpalnya (Tiara).