Jayapura – Adanya desakan dan pernyataan sikap dari Forum Peduli Kemanusiaan dan Tokoh Adat Papua Suku Sentani, Kabupaten Jayapura yang meminta pemerintah pusat (Pempus) untuk segera menunjuk penjabat Wakil Gubernur Provinsi Papua, selambat lambatnya akhir Maret 2022, lantaran dinilai kondisi kesehatan Gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP, MH yang saat ini tengah menjalani pengobatan di luar negeri menurun drastis, membuat
Penasehat Fraksi Partai Demokrat DPR Papua, DR. Yunus Wonda, SH MH dan juga Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Tolikara, Yan Wenda, S. Sos, angkat bicara.
Terkait dengan kondisi kesehatan Gubernur itu, Yunus Wonda yang juga sebagai Wakil Ketua I DPR Papua mengatakan, jika kondisi kesehatan gubernur kini sudah membaik. Untuk itu, ia meminta kepada semua pihak dalam hal ini sejumlah tokoh masyarakat Papua dan tokoh-tokoh adat Papua atau Ondoafi, supaya harus mengerti dan dapat memahami mekanisme proses dalam mengisi kekosongan Wakil Gubernur Papua. Baik Gubernur Papua ataupun Wakil Gubernur Papua.
Bahkan Yunus Wonda menegaskan, jika proses pemilihan atau kekosongan Wagub hari ini, itu bukan kewenangan yang ditujukan kepada pemerintah pusat. Sebab itu merupakan ranah partai politik (Parpol), bukan ranahnya pemerintah pusat.
“Jadi, itu bukan ranahnya pemerintah pusat, sehingga ini harus dibedakan antara kekosongan yang sedang diisi dan carateker. Kalau carateker, itu kewenangan mutlak dari pemerintah pusat, dalam hal ini dari Presiden melalui Mendagri. Tetapi dalam kekosongan jabatan, entah itu jabatan gubernur dan Wagub atau itu bupati dan wakil bupati, itu wilayahnya partai politik bukan ranahnya pemerintah. Jadi harus dipahami dulu, ” tegas Yunus Wonda kepada Pasific Pos lewat via telepon, Selasa, 04 Januari 2022, semalam.
Menurutnya, jika ada pihak pihak lain yang masuk dan ikut dengan masyarakat adat untuk berbicara, itu hanya sia-sia saja, sebab pemerintah tidak lakukan hal tersebut.
“Jadi hanya sia-sia aja, dan itu akan menjadi polemik besar bagi partai politik, karena itu wilayahnya partai politik. Sebab yang memilih gubernur untuk jadi gubernur atau yang memilih bupati jadi bupati, bukan pemerintah yang tunjuk, sehingga hal ini harus disadari bahwa itu adalah pemilihan oleh rakyat, yang dipilih langsung oleh rakyat: Nggak ada tuh dtunjuk oleh pemerintah pusat, nggak ada tuh ditunjuk oleh gubernur. Kecuali carateker, itu baru kewenangan pemerintah pusat, kewenangan di Presiden melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri), begitu juga dengan bupati kewenangannya ada di gubernur, ” jelasnya.
Yunus Wonda juga dengan tegas mengatakan, ini harus dipahami dan tidak lagi membangun isu-isu murahan, seakan akan pihaknya tidak mengerti aturan aturan atau tidak paham.
“Kan lucu, kalau dibaca orang lain dan dibaca oleh semua publik. Sebenarnya itu banyak orang menertawakan kita. Disitulah kualitas kita memahami satu regulasi atau aturan. Sekali lagi saya mau sampaikan Gubernur Lukas Enembe dipilih oleh rakyat dan beliau akan berakhir pada tahun 2023,” tandas Yunus Wonda.
Terkait dengan kekosongan Wagub Papua, Politikus Partai Demokrat ini pun menduga jika ada intervensi pemerintah pusat melalui beberapa Kementerian yang menurutnya, terlalu ikut campur dan mengintervensi terlalu jauh masuk dalam proses pemilihan Wakil Gubernur Papua.
Diakui, jika dnamika politik di Papua ini terlalu tinggi, bahkan diduga ada oknum-oknum Menteri yang intervensi dalam proses pemilihan Wakil Gubernur di Provinsi Papua, sehingga tidak berjalan dengan baik. Dan kekosongan Wagub ini jadi terkatung-katung lantara ada kepentingan yang luar biasa masuk, ditambah lagi ada orang yang mengklaim si A dan si B itu bukan NKRI.
“Jadi kalau ada yang bilang saya ini NKRI. Terlalu murahan jika menjual kalimat atau nama NKRI, karena NKRI itu bukan milik satu golongan, satu orang atau satu suku, NKRI itu milik semua suku bangsa, agama, ras yang ada diatas wilayah NKRI mulai dari Sabang sampai Merauke. Jadi kalau ada yang mengkalim, saya NKRI, dia bukan NKRI, saya yang pantas jadi Wagub, saya yang pantas jadi Gubernur, disini saya mau katakan itu terlalu murahan. Itu tandanya anda tidak mampu untuk bersaing secara sehat tapi hanya bisa menjatuhkan orang lain dengan cara-cara yang tidak elegan,” cetusnya.
“Kalau laki laki, mari bersaing secara sehat, dan kalau berani mari maju sama sama bertarung di DPR secara sehat pula. Stop bikin isu murahan, kalah kalah terhormat, menang menang terhormat disana, kenapa mesti takut. Jadi mari bersaing secara sehat, dorong di DPR karena proses pemilihan Wagub itu dipilih oleh DPR, tidak dipilih oleh kepala suku, Ondoafi atau masyarakat. Tidak, karena kekosongan Wakil Gubernur Papua itu dipilih oleh 69 Anggota DPR Papua,” terangnya.
Oleh karena itu, ungkap Yunus Wonda, saya mau sampaikan kepada seluruh rakyat Papua, kenapa sampai hari ini proses pemilihan Wagub masih
terkatung katung karena ada intervensi dari beberapa oknum Menteri yang terlalu jauh mengintervensi dalam proses pemilihan Wagub Papua ini.
“Sekali lagi, ini adalah ranah partai politik bukan ranah pemerintah pusat. Ini supaya rakyat Papya tahu, kenapa sampai hari ini proses pemilihan Wagub Papua tidak bisa berjalan. Seharusnya kita mendukung semua proses agar berjalan normal, ini kenapa harus ada intervensi – intervensi. Biarkan proses demokrasi itu terjadi di Papua dengan benar, biarkan proses pemilihan itu terjadi dengan benar. Jangan kita membalik fakta hanya kepentingan satu dau orang, kepentingan golongan sehingga membuat proses demokrasi di Papua ini tidak berjalan dengan benar. Ja Jadi sekali lagi proses Wagub ini berhenti lantaran ada campur tangan dan intervensi-intervensi dari pihak lain, sehingga ini tidak berjalan dengan baik,” bebernya.
Pada kesempatan ini juga, Yunus Wonda yang juga sebagai Ketua Harian PB PON XX Papua tahun 2021 juga menegaskan, terkait pembayaran hak ulayat kepada masyarakat adat, itu tidak mesti ketika dipakai kemudian langsung harus di bayar, karena semua ada prosedur pembayaran.
“Apakah di daerah itu sudah dibayar atau belum, karena itu akan dilihat kembali. Apa sudah diselesaikan oleh Pemerintah Provinsi atau tidak, apa sudah diselesaikan pemerintah kabupaten/kota atau tidak. Jadi tidak semena mena harus kita lakukan pembayaran, karena kita juga harus cek kembali, ” jelasnya.
Yunus Wonda menekankan, kalau pun ada penyalahgunaan dari PB PON dan KONI Papua maka yang berhak memeriksa kita itu, bukan masyarakat adat. Ada instansi lembaga terkait atau lembaga resmi negara yang akan memeriksa PB PON dan KONI Papua.
“Jadi yang berhak memeriksa yaitu, BPK, KPK, Kepolisian dan Kejaksaan. Instansi-instansi ini yang punya hak dan kewenangan untuk memeriksa PB PON dan KONI, bukan masyarakat adat. Dan kami jelas, kami akan bertanggunjawab dengan apa yang kami sudah gunakan. Apalagi keberhasilan PON Papua bukan semata mata keberhasilan PON saja tapi kita lihat dampak ekonomi juga sudah jelas disana,” ungkapnya.
Legislator Papua ini berharap, tokoh tokoh masyarakat dalam menyampaikan sesuatu itu yang murni tidak usah dilandasi dengan kepentingan tertentu yang kemudian menjadi bahan komsumsi untuk dibicarakan, sehingga membias kemana mana.
“Itu tidak perlu, sebaiknya masyarakat adat ini berdiri pada posisi masing masing untuk menjaga wibawah dan tidak perlu masuk kerana politik, supaya marwah otoritas adat itu tetap terjaga. Jadi masyarakat adat itu tidak perlu sampai ikut masuk ke rana politik, karena wibawa keutuhan adat itu akan hilang,” tekan Yunus Wonda.
Sementara itu, ditempat terpisah, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Tolikara, Yan Wenda, S. Sos juga menanggapi pernyataan sikap dari dari Forum Peduli Kemanusiaan dan Tokoh Adat Papua Suku Sentani.
Menurut Yan Wenda, apa yang disampaikan oleh Forum Peduli Kemanusiaan dan Tokoh Adat Papua terkait proses pemilihan Wagub Papua yang hingga hari ini belum berjalan, itu bukan kapasitas mereka. Apalagi sampai mendesak pemerintah pusat agar proses pemilihan Wagub segera dilaksanakan.
“Itu bukan kewenangan mereka, karena ini rananya partai politik. Sehingga yang berhak sampaikan hal itu partai pengusung. Dan perlu diketahui juga jika semua itu ada mekanismenya,” ujar Yan Wenda.
Padahal beber Yan Wenda, yang berbicara ini, mereka buka dari partai pengusung ataupun dokter yang hanya meraba raba terkait dengan kondisi kesehatan pak gubernur.
“Mereka ini adalah tokoh adat Sentani, mereka bukan dokter yang hanya menebak-nebak kondisi kesehatan pak gubernur. Mereka juga bukan partai pengusung, sehingga menyangkut proses pemilihan Wagub bukan ranahnya mereka, itu ranahnya partai politik. Jadi sebagai tokoh adat Sentani seharunya fokus mengurus masyarakat adat Sentani dan mereka tidak boleh bicara
di tingkat Papua, karena kalau sudah bicara tingkat Papua berarti 7 wilayah adat dengan partai pengusung,” tandas Yan Wenda.
Apalagi kata Yan Wenda yang juga sebagai Ketua Komisi II DPRD Tolikara, jika berbicara mengenai seorang gubernur, itu tidak bisa hanya bicara untuk satu wilayah adat karena mereka ini bukan hak pengusung mereka.
Sebab kata Yan Wenda, ada mekanisme yang harus diikuti sebelum masuk dalam ranah tersebut. Sehingga yang mengklaim diri sebagai tokoh adat, itu mereka sudah keluar dari aturan tersebut.
“Jadi ada tatanan aturan yang memang tokoh adat ini meliputi 7 wilayah adat. Yang mana tokoh-tokoh adat ini berfungsi ketika ada masalah yang terjadi di wilayahnya, maka disitulah mereka harus selesaikan masalah itu diatas para para adat. Seperti halnya di wilayah adat Saireri, wilayah Lapago, Meepago, Animha. Ini semua juga memiliki tokoh wilayah adat. Sehingga tidak bisa hanya satu orang atau hanya sekelompok orang yang lakukan itu. Saya menilai ada oknum – oknum yang sedang memainkan bola panas,” pungkasnya. (Tiara).