Jayapura – Dirilis dari Zoom Meeting para mahasiswa asal kabupaten Mimika yang berada di berbagai daerah di Indonesia, Australia dan Selandia Baru, dicapai kesepakatan menolak pemekaran propinsi Papua Tengah.
Zoom meeting yang diselenggarakan Selasa (2/2/2021) ini diikuti 200 mahasiswa. Dan dipandu moderator Elisabert Kemong dari Kota studi Jakarta dan Rudy Omaleng dari Kota studi Australia.
Rudy Omaleng selaku moderator mengatakan bahwa dasar pemikiran kaum intelektual Amungsa Bumi Kamoro sebagai berikut, UU otonomi khusus No. 21 Tahun 2001 berbeda dengan kebijakan otonomi berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999.
Dimana Pada UU No. 22 Tahun 1999, titik berat otonomi ada pada tingkat kabupaten atau kota dan provinsi tidak ada hierarki.
Sementara UU Otonomi Khusus titik berat otonomi berada di tingkat provinsi, bukan pada kabupaten atau kota. Melihat hal diatas, maka berkaitan dengan pemekaran wilayah, menurut UU Otonomi Khusus menyatakan bahwa apabila akan diadakan pemekaran harus terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Majelis Rakyat Papua (MRP).
Sesuai dengan Pasal 76 UUNo. 21 Tahun 2001 menyebutkan bahwa, Pemekaran Provinsi Papua menjadi provinsi baru, dilakukan atas persetujuan MRP dan DPR Papua setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia, serta kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa mendatang.
“Namun fakta hari ini justru sebaliknya dari penerapan UU tersebut dimana, Pemerintah pusat secara sepihak berkoordinasi dengan Para Bupati Wilayah adat Mepago dan para elit di Timika, mendorong melakukan pemekaran Propinsi Papua Tengah dengan kedudukan di kabupaten Mimika tanpa melihat pada UU Otsus yang berlaku di tanah Papua,” ujar Rudi Omaleng.
Para mahasiswa inipun mengeluarkan 6 pernyataan sikap. Pertama, UU No. 45 tahun 1999 dan Inpres No. 1 Tahun 2003 secara hukum telah dibatalkan, ketika UU Otsus berlaku, maka kami tolak untuk diberlakukan kembali.
Kedua, mendukung 100% keputusan MRP tentang tolak agenda pembahasan Otsus Papua yang dibahas oleh Jakarta secara sepihak, salah satunya masalah pemekaran.
Ketiga, molak segala upaya kaum elit melalui lembaga adat dan Gereja untuk mendukung pemekaran Propinsi Papua tengah, karena hal tersebut mengobjekkan Masyarakat Lokal tanpa koordinasi dengan mekanisme yang seharusnya.
Keempat, menolak segala upaya yang dilakukan oleh para Bupati wilayah adat Mepago untuk mendatangkan pemekaran baru, secara sepihak tanpa melibatkan MRP, DPRP dan Gubernur Papua sebagai implementasi otsus No.21 /2001 pasal 76.
Kelima, Jika ke-4 point diatas diabaikan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah khususnya para elit, maka kami Mahasiswa secara serentak akan turun jalan dan mendorong aspirasi kami secara serentak.