MERAUKE,ARAFURA,-Bupati Merauke, Frederikus Gebze mengemukakan bahwa dalam penerapan sesuatu tindakan yang bertentangan dengan NKRI maka tidak boleh ada pengecualian namun harus ada penegasan. Hal ini sangat ia sepakati karena Aceh dan Papua tidak pernah terlepas dari stigma adanya pemberontakan GAM dan OPM. Stigma ini harus dihapus dari pandangan dan pikiran karena jika masih terus digaungkan maka revolusioner itu tetap ada di dalam hati dan pikiran mereka. “Jadi stigma itu harus dihapuskan karena merupakan identitas dan jati diri dimana mereka bebas dari sebuah cengkraman.
Apalagi dengan ditemukannya bukti-bukti otentik yang ingin membentuk struktur sebuah ketatanegaraan baru yang berdiri di luar NKRI dan memaksakan diri. Indonesia ibarat tiang bendara yang kokoh dan mengibarkan bendera merah putih tanpa pernah goyah meskipun banyak tantangan yang datang. Makna dari kalimat ini adalah adanya keterikatan tali persaudaraan yang erat dan tidak akan pernah lepas antara Aceh dan Papua tepatnya di Merauke, atau dari Sabang sampai Merauke,”ujarnya pada seminar perbatasan wilayah darat dalam perspektif pemeliharaan keamanan dalam negeri kerjasama Polres Merauke dan Unimal Aceh Utara di auditorium Kantor Bupati Jumat lalu.
Ia menambahkan, pengamanan perbatasan yang dilaksanakan antara Aceh dan Merauke di wilayah NKRI mengandung tiga hal, antara lain perspektif penanganan yang dilakukan secara hukum internasional lalu perpektif kedua adalah dilakukan secara ketatanegaraan terkait dengan hukum yang berlaku di NKRI yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun. Sedangkan yang ketika yaitu penanganan perspektif perbatasan yang dilihat dalam beberapa aspek, yaitu kesejahteraan, keadilan dan pemerataan. Hal ini dapat dikaji oleh Unimal untuk membuat perspektif bagaimana aparat keamanan, baik polisi maupun TNI yang melaksanakan tugas perpektif pengamanan perbatasan dengan model atau konsepnya sendiri. Sebab penanganan di perbatasan berbeda dengan wilayah-wilayah yang tidak berada di perbatasan.