Jayapura, – Terkait dengan adanya desakan dari berbagai kelompok masyarakat yang meminta agar bupati dan wakil bupati harus Orang Asli Papua (OAP) ditanggapi oleh Wakil Ketua I Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) DR. Yunus Wonda, SH MH.
Legislator Papua ini menjelaskan, bahwa selama Undang-undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua belum berubah, keinginan agar bupati dan wakil bupati harus OAP tidak bisa dilakukan. Sebab, dasar hukum yang menyatakan bupati dan wakil bupati harus OAP, tidak ada.
“Ini kan persoalan harus ada dasar hukum atau regulasi,” kata Yunus Wonda kepada wartawan usai melakukan reses di PIR 1 Kabupaten Keerom, Kamis (30/7).
Untuk itu, lanjut Yunus Wonda, kedepan dalam konteks evaluasi otsus, hal-hal inilah yang harus dibuat. Sehingga apa yang diinginkan, itu memiliki dasar hukum dan bisa dilaksanakan.
“Kalau kita bicara mengenai evaluasi otsus, hal-hal ini yang harus dibuat. Mulai dari gubernur, wakil gubernur, wali kota, wakil wali kota, bupati, wakil bupati, pimpinan DPRP dan DPRD kabupaten/kota harus OAP. Dan juga anggota DPR dari jalur pengangkatan di tingkat DPRD,” jelasnya.
Sebab kata Yunus Wonda, Undang-undang Otonomi Khusus saat ini hanya berlaku di tingkat provinsi. Sebab 29 kabupaten/kota se-Tanah Papua masih menggunakan Undang-undang Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun 2004.
“Jadi kalau hari ini ada yang bilang bupati dan wabup harus OAP, tidak bisa karena tidak ada cantolan hukumnya,” tandas Yunus Wonda.
Oleh karena itu, Politikus Partai Demokrat ini meminta ke semua masyarakat Papua, tinggalkan jabatan, perbedaan gunung dan pantai. Untuk belajar dari sebuah persoalan.
“Karena setelah saya pelajari, selama regulasi itu tidak dirubah, bupati, wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota harus OAP tidak bisa dilakukan lantaran tidak ada cantolan hukumnya,”tekannya.