Jayapura, – Ketua DPR Papua Jhony Banua Rouw,SE melakukan hearing dialog bersama sejumlah tokoh-tokoh agama serta FKUB Provinsi Papua yang berlangsung di Gedung II DPR Papua, lantai 13, Kamis (23/7).
Jhony Banua Rouw mengatakan, tujuan dari hearing dialog bersama para tokoh-tokoh agama dan juga FKUB, adalah bagaimana membangun SDM Papua yang berkualitas dan berkarakter.
“Kenapa kita kebih banyak berbicara yang berkarakter, karena yang berkualitas banyak. Di Indonesia bahkan di dunia ini banyak sekali yang berkualitas. Tapi kita mau tanamkan di Papua agak beda. Papua itu harus punya kualitas dan berkarakter. Orang pintar bisa banyak tapi yang punya hati, punya ketaqwaan kepada Tuhan yang mau berbuat jujur itu sedikit. Nah itu yang kita butuh dan jika itu kita bisa lakukan, maka saya pikir, itu akan menjadi jati diri kami orang Papua,” kata Jhony Banua Rouw kepada wartawan usai melakukan hearing dialog.
Selain itu, Ketua DPR Papua ini juga menyarankan, Pemerintah Daerah (Pemda) juga dapat membiayai guru-guru yayasan.
Hal itu dikarenakan, loyalitas pengabdian guru-guru yayasan untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM) Papua yang berkualitas dan berkarakter tak diragukan lagi.
“Jadi sekali lagi mengapa demikian, karena guru-guru yayasan ini mengajar rakyat kita. Bukan hanya mengajar umat Katolik dan Protestan saja. Tapi semuanya,” kata Jhony Banua Rouw,SE saat ditemui awak media usai melaksanakan kegiatan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan tokoh-tokoh agama dan FKUB di lantai 13 Kantor DPR Papua, Kamis (22/7).
Untuk Itu, kata dia (Jhon Banua)pemerintah daerah harus hadir dan memberikan penguatan terhadap para guru-guru yayasan. Sebab mereka merupakan asset luar biasa yang dimiliki Papua. Dan itu harus ditangani secara baik.
“Salah satu contoh realita yang terjadi adalah, upah yang diperoleh guru-guru yayasan lebih kecil ketimbang gaji guru PNS. Hal itu dikarenakan minimnya batuan pemerintah daerah terhadap guru-guru yayasan,”ujar Jhony Banua.
Padahal kata Politisi Partai NasDem yang akrab disapa JBR ini, kebanyakan guru-guru berstatus PNS kerap meninggalkan tempat tugasnya. Sedangkan guru-guru yayasan yang upahnya sangat kecil tetapi mereka mau mengabdi untuk membangun SDM Papua agar berkualitas.
“Guru swasta yang mengajar bagus tapi digaji kecil, sedangkan guru PNS digaji besar. Sehingga membuat guru yayasan ini tertarik menjadi PNS,” tuturnya.
“Tadi kalian dengar toh, ada guru PNS yang diperbantukan ke swasta tapi gajinya tidak sama. Ini menimbulkan kecemburuan. Saya pikir ini harus ada keadilan. Ya kalau mau bantu, ya kita bantu sekalian. Supaya kualitas pendidikan kita bagus,” sambungnya.
Menurutnya, guru-guru swasta yang mengabdi dengan luar biasa, itu patut diberikan penghargaan.
“Dan memang yang kita dapati, banyak guru PNs yang punya titel tidak mengajar. Tinggalkan tempat tugasnya. Ini tidak punya hati membangun orang asli Papua,” bebernya.
Tak hanya itu, tandas Jhony Banua Rouw, selain guru-guru yayasan, sekolah-sekolah yayasan pun patut diperhatikan. Sebab, tak bisa dipungkiri lagi, sekolah-sekolah yayasan yang ada di Tanah Papua sudah memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan SDM Papua.
“Banyak sekolah-sekolah yayasan, khusus untuk di Papua itu mayoritas YPPK, YPK dan lainnya. Mereka ini sudah bekerja luas biasa. Tapi pemerintah memberikan bantuan sangat kecil,” tuturnya.
Padahal kata Jhony Banua Rouw, sekolah-sekolah yayasan di Papua mayoritas menampung putra dan putri asli Papua. Sebab sekolah-sekolah yayasan hampir ada di setiap pedalaman di Tanah Papua.
“Contoh tadi, YPK kebutuhannya pertahun itu, Rp 30 miliar. Sedangkan pemerintah hanya bantu Rp 10 miliar. Seharusnya itu pemerintah bantu 80-90 persennya. Mungkin ini juga yang membuat orang Papua katakan mereka tidak merasakan otsus,” ketusnya.
JBR menambahkan, untuk memberikan perhatian yang sangat besar ke sekolah-sekolah yayasan, dibutuhkan payung hukum yang kuat.
“Sehingga kita sudah sepakat akan membuat Peraturan Daerah Khusus (Perdasus),” imbuhnya.
Dikatakan, mengapa harus perdasus karena perdasus mengacu pada Undang-undang Otonomi Khusus (Otsus).
“Jadi kalau kita pakai Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi), maka tidak bisa melakukan hal-hal lebih. Contoh kita tidak bisa memberikan bantuan dana yang banyak, dan kita juga tidak bisa menyediakan tenaga pengajar dari luar negeri,” pungkasnya.