Jayapura, – Terkait dengan hasil putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur terhadap 7 terdakwa kasus rusuh Papua dalam persidangan di Pengadilan Negeri Balikpapan pada Rabu (17/6), DPR Papua berharap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Papua tidak melakukan banding, mengingat perkembangan kondisi Papua.
“Kami DPR Papua sangat berharap tidak dilakukan banding, melihat perkembangan kondisi di Papua, maka kami meminta kalau bisa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Papua untuk tidak melakukan banding,” kata Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, SE usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kepala Kejaksaan Tinggi Papua di Gedung DPR Papua, Selasa, 17 Juni 2020.
Untuk diketahui dalam putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Balikpapan, ke 7 terdakwa itu masing-masing Buchtar Tabuni, Stevanus Itlay dan Agus Kossay masing-masing dijatuhi atau divonis hukuman 11 bulan penjara.
Pasalnya, dalam putusan majelis hakim PN Balikpapan ini lebih rendah atau lebih ringan dari tuntutan JPU sebelumnya, dimana Buchtar Tabuni dituntut 17 tahun, sedangkan Stevanus Itlay dan Agus Kossay masing-masing sebelumnya dituntut hukuman penjara 15 tahun.
Sedangkan, keempat terdakwa lainnya, masing-masing Ferry Kombo, Alexander Gobai, Hengki Hilapok dan Irwanus Uropmabin dijatuhi hukuman 10 bulan penjara.
Bahkan, vonis terhadap keempat terdakwa ini juga jauh lebih ringan dari tuntutan JPU Kejaksaan Tinggi Papua sebelumnya, dimana Ferry Kombo dan Alexander Gobai dituntut 10 tahun penjara, Hengki Hilapok dan Irwanus Uropmabin sebelumnya dituntut 5 tahun penjara.
Sehingga Majelis Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur telah memvonis tujuh terdakwa tahanan politik kasus rusuh Papua dengan hukuman 10 bulan dan 11 bulan penjara dalam persidangan, Selasa, 17 Juni 2020.
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Papua yang menuntut tujuh terdakwa rusuh Papua itu antara 5 tahun hingga 17 tahun penjara.
Namun sebagai wakil rakyat, DPR Papua sangat bersimpati atas permasalahan hukum yang dihadapi oleh ke 7 terdakwa tersebut. Untuk itu DPR Papua terus mengawal dan memantau terus perkembangan kasusnya.
Hal ini terlihat, saat pimpinan DPR Papua bersama sejumlah anggota DPR Papua
melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Nikolaus Kondomo didampingi Plh Kasie Pidum Kejaksaan Tinggi Papua, Selasa, 16 Juni 2020.
Perlu diketahui dalam RDP itu dipimpin langsung Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, SE, didampingi Wakil Ketua II DPR Papua, Edoardus Kaize, SS dan Wakil Ketua III DPR Papua, Yulianus Rumbairussy, SSos, MM bersama Wakil Ketua Komisi I DPR Papua, Paskalis Letsoin, SH, MH beserta anggotanya dan Wakil Ketua Pansus Kemanusiaan DPR Papua, Namantus Gwijangge.
“Pertemuan tadi, pertama kita dari aspirasi masyarakat kenapa dari awal mereka melakukan aksi namun dituntut dengan pasal makar, sehingga kami meminta penjelasan Kejati Papua dan beliau (Kajati Papua) sudah memberikan penjelasan,” ujar Politisi Partai NasDem itu yang akrab disapa JBR.
Sementara agenda kedua, lanjut Ketua DPR Papua Jhony Banua Rouw, pihaknya membicarakan naskah tuntutan terhadap tujuh terdakwa tersebut dimana putusan tengah berlangsung dan pasca putusan tersebut.
“Dimana putusan ini, jika rendah atau lebih ringan dari tuntutan jaksa, maka kemungkinan sekali Kejaksaan bisa melakukan banding sesuai aturan. Untuk itu, kami sangat berharap jaksa tidak melakukan banding dan menerima apa yang ada untuk rasa keadilan dan sebagainya, meskipun vonis itu lebih ringan dari tuntutan JPU,” jelasnya.
Diakui, memang Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Papua belum memutuskan apakah banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Balikpapan terhadap tujuh terdakwa tersebut.
“Tadi memang kami diskusikan vonis hakim itu. Dan DPR Papua berupaya melakukan komunikasi dengan Kejaksaan Tinggi Papua, kiranya agar tidak melakukan banding atas putusan majelis hakim PN Balikpapan terhadap tujuh terdakwa itu,” terangnya.
JBR menuturkan, jika ke depan, DPR Papua akan melakukan rapat lagi untuk menyurati secara resmi kepada Kejaksaan Tinggi Papua agar bisa mempertimbangkan untuk tidak melakukan banding.
“Itu yang akan kami lakukan. Inilah upaya yang dilakukan DPR Papua. Kami ingin untuk supaya proses hukum ini bisa final. Namun, kami tidak bisa memaksakan bahwa ini sudah final menjadi putusan hukum incrah terhadap tujuh terdakwa. Jika ketujuh terdakwa merasa tidak puas dengan putusan itu, kemudian melakukan banding, ya tentu berbeda, karena diberi waktu tujuh hari untuk menjawab itu,” paparnya.
Oleh karena itu kata Jhony Banua Rouw, pihaknya (DPRP) meminta kepada Kejaksaan Tinggi Papua untuk tidak melakukan banding terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Balikpapan itu, meski hukuman rendah dari tuntutan jaksa.
Jhony Banua menambahkan, dalam waktu singkat, pihaknya akan membuat surat secara resmi dan meminta kepada beberapa komponen yang memasukkan surat kepada kami untuk rapat bersama-sama.
“Jadi upaya yang dilakukan DPR Papua ini, membuktikan bahwa DPR Papua sangat serius bekerja dan sangat serius mengawal kasus ini dari awal meski sudah putusan, namun tetap menjaga kasus itu hingga tuntas atau incrah,” tutup Jhony Banua Rouw.