“Pemerintah Propinsi Papua dan Papua Barat Segera Tegakan UU Nomor 13 Tahun 2003 dan Surat Edaran Nomor : M/3/HK.04/III/2020 di Seluruh Wilayah Papua”
Potensi sumber daya alam yang melimpah ruah diseluruh tanah papua serta wilayah papua yang menjadi target pengembangan pembanguan serta menjadi lahan pengembangan pasar baru tentunya mengundang perhatian invetor nasional dan internasional untuk mengembangkan usahanya di atas tanah papua. Atas dasar kondisi tersebut tentunya telah menunjukan banyaknya kantong-kantong buruh baik yang bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang eksploitasi sumber daya alam maupun di bidang pembangunan serta disektor formal, informal dan pasar yang bekerja dengan dasar hubungan kerja sebagai pekerja tetap, kontrak, harian dan bahkan melalui mekanisme outsourcing diseluruh kabupaten/kota dalam Propinsi Papua dan Papua Barat. Diatas kondisi itu tentunya banyak sekali persoalan perburuhan yang dialami oleh para buruh ditempat kerjanya masing-masing.
Berdasarkan data sejak Januari 2020 – April 2020, LBH Papua baru menerima beberapa pengaduan kasus perburuhan dari buruh yang berdomisili di wilayah jayapura dan diluar jayapura. Persoalan perburuhan yang diadukan diantaranya persoalan upah yang diberikan tidak sesuai dengan UMP Propinsi Papua (Pasal 90 ayat (1), UU Nomor 13 Tahun 2003), ancaman PHK dengan cara memindahkan pada tempat kerja yang jauh dari tempat tingga buruh serta ancaman PHK dengan dalil diistirahatkan dengan maksud untuk tidak memberikan pesangon bagi buruh (Pasal 156 ayat (1), UU Nomor 13 Tahun 2003). Selain itu, adapula pengaduan dari Buruh Mogok kerja Freeport (Pasal 137, UU Nomor 13 Tahun 2003) terkait perjuangan yang telah memakan waktu selama 3 Tahun lamanya namun terus diabaikan oleh Disnaker Propinsi Papua.
Diatas persoalan perubuhan itu, pasca berkembangnya wabah corona yang mengerogoti dunia hingga merembes ke dalam segala sendih kehidupan tentunya sangat berdampak buruk bagi buruh di seluruh dunia termasuk di Propinsi Papua dan Papua Barat. Kondisi itu secara internasional telah disebutkan dalam laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO) tertanggal 7 April 2020 yang menjelaskan bahwa wabah virus corona memiliki dampak yang “mendalam, jauh jangkauannya, dan belum pernah terjadi sebelumnya” terhadap pekerjaan. Imbasnya, lebih dari 1 miliar pekerja berisiko tinggi mengalami potongan gaji bahkan kehilangan pekerjaan mereka. Dengan tutupnya pabrik, sekolah, dan toko di seluruh dunia, ILO mengatakan langkah lockdown yang diterapkan oleh banyak negara memengaruhi hampir 2,7 miliar pekerja. Sebanyak 1,25 miliar di antara jumlah itu dinilai sangat rentan, terutama yang bergulat di sektor hotel, jasa makanan, manufaktur, dan ritel. Angka ini sebanding dengan sekitar 38 persen dari tenaga kerja global. “Para pekerja ini menghadapi pengurangan jam kerja yang drastis dan menghancurkan, pemotongan upah, dan PHK,” papar ILO (Baca : https://kabar24.bisnis.com/read/20200408/19/1224104/pandemi-covid-19-lebih-dari-1-miliar-pekerja-terancam-kehilangan-pekerjaan) .
Secara khusus menyangkut kondisi Buruh ditengah wabah Corona di Papua disebutkan oleh Aser Koyamee Gobai selaku Ketua PC SPKEP SPSI Kabupaten Mimika sebagai berikut : “saya sangat khawatir informasi penyebaran covid-19 terhadap karyawan kurang terbuka, dengan diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan kebijakan jarak sosial (social-distancing) dan bekerja dari rumah (work from home), potensi penyebaran di Tembagapura sangat tinggi, sebelumnya,” ujarnya. Pihaknya telah mengingatkan kepada manajemen, Karyawan Freeport Indonesia bebas tetap melaksanakan perkumpulan, walupun himbauan Pemerintah melalui manajemen secara tertulis resmi disampaikan kepada karyawan, praktek dilapangan benar benar dilaksanakan para karyawan atau ada pengawasan sesuai prosedur penanganan Protap kesehatan dilakukan atau tidak, kami tidak mengetahui sebenarnya (Baca :
https://kabarmapegaa.com/Artikel/Baca/taati_aturan_menjaga_penyebaran_c-19_dan_perhatian_ham_karyawan_ptfi_serta_keluarganya.html). Pertanyaan Ketua PC SPKEP SPSI Kabupaten Mimika teruangkap melalui pernyataan Bupati Mimika yang mengakui bahwa di area PT Freeport Indonesia yang positif hasil rapid test berjumlah 85 orang dan semua dinyatakan positif, dan akan menunggu hasil sampel yang di kirim ke Jayapura. “Di Tembagapura 85 positif hasil rapid Test dan saat ini managemen sedang melakukan isolasi di tiga barak yang ada, namun itu belum safety. Artinya , walaupun sudah di isolasi tapi masih tidak aman karena masih bercampur dengan karyawan yang diduga masih negatif. Karena itu, kami akan undang manajemen PT Freeport Indonesia besok untuk rapat guna membahas langkah langkah apa yang akan diambil” (Baca : https://www.timikabisnis.com/dari-300-hasil-rapid-test-awal-petugas-lapangan-110-dinyatakan-positif/). Terlepas dari itu, Bupati Kabupaten Jayapura juga menyebutkan nasib buruh diwilayahnya sebagai berikut : “kita tutup akses transportasi udara, banyak pekerja yang terdampak. Porter, Supir taksi, karyawan bandara, security dan masih banyak petugas dan pekerja lainnya. Lebih jauh, Bupati Jayapura menegaskan Pemprov harus memiliki data yang kuat terkait sektor-sektor apa yang terdampak. Sehingga proses penanganannya dapat berjalan secara bersama-sama dengan tim di masing-masing daerah (baca : https://papua.antaranews.com/berita/546480/bupati-jayapura-minta-pemprov-cermat-tangani-warga-terdampak-virus-corona).
Berdasarkan penjelasan Ketua PC SPKEP SPSI Kabupaten Mimika, Bupati Mimika dan Bupati Jayapura sudah dapat menunjukan kondisi buruh di seluruh wilayah papua. Atas dasar itupula dapat ditarik kesimpulan bahwa sejak pemerintah Indonesia melalui mentri ketenagakerjaan Republik Indonesia menerbitkan Surat Edaran Nomor : M/3/HK.04/III/2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19 ditujukan kepada Para Gubernur Di Seluruh Indonesia pada tanggal 17 Maret 2020 sampai saat ini nasib buruh di Papua dan Papua Barat masih tidak menentu dan tidak jelas.
Untuk diketahui bahwa “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja” (Pasal 28D ayat (2), UUD 1945) dan “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan” (Pasal 28D ayat (2), UUD 1945) merupakan hak konstitusional warga negara (buruh) yang wajib dipenuhi oleh negara melalui pemerintah sesuai dengan perintah pasal 28i ayat (4), UUD 1945 sebagai berikut : “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”.
Selain itu, dalam rangka memberikan jaminan perlindungan bagi Buruh dari ancaman wabah virus corona dalam lingkungan pekerjaan menjadi tanggungjawab negara melalui pemerintah dengan cara : “Perbaikan semua aspek kesehatan lingkungan dan industry dan Pencegahan, pengobatan dan pengendalian segala penyakit menular, endemik, penyakit lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan” sebagaimana diatur pada Pasal 11 ayat (2) huruf b dan c, UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Tentang Ekonomi Sosial dan Budaya. Secara khusus terkait penangulangan Wabah Corona di Papua menjadi kewajiban pemerintah sebagaimana ditegaskan pada pasal 59 ayat (2), UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua sebagai berikut : “Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban mencegah dan menanggulangi penyakit-penyakit endemis dan/atau penyakit-penyakit yang membahayakan kelangsungan hidup penduduk”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perlindungan buruh pada seluruh perusahaan di tanah papua menjadi kewajiban pemerintah Propinsi Papua dan Papua Barat sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2), UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua.
Berdasarkan uraian diatas sudah dapat ditarik kesimpulan secara umum bahwa Negara melalui pemerintah baik pemerintah propinsi papua dan papua barat belum mampu melindungi hak buruh secara maksimal di seluruh wilayah papua. Atas dasar itu, Lembaga Bantuan Hukum Papua (LBH Papua) menegaskan kepada :
1. Pemerintah Propinsi Papua dan Papua Barat serta Pemerintah Kabupaten/Kota Didalamnya Cq Disnaker Propinsi Papua dan Papua Barat serta Pemerintah Kabupaten/Kota Didalamnya wajib memastikan seluruh Perusahaan di Papua dan Papua Barat memberikan Upah sesuai UMP Propinsi (Pasal 90 ayat (1), UU Nomor 13 Tahun 2003) dan memberikan hak pesangon (Pasal 156 ayat (1), UU Nomor 13 Tahun 2003) sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
2. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Propinsi Papua Cq Mentri Ketenagakerjaan dan Disnaker Propinsi Papua segera menyelesaikan Persoalan Buruh Mogok kerja Freeport (Pasal 137, UU Nomor 13 Tahun 2003) dengan PT. Freeport Indonesia yang telah 3 tahun tanpa kejelasan;
3. Pemerintah Propinsi Papua dan Papua Barat serta Pemerintah Kabupaten/Kota Didalamnya Cq Disnaker Propinsi Papua dan Papua Barat serta Pemerintah Kabupaten/Kota Didalamnya segera mendesak seluruh manajemen perusahaan yang beroperasi di Propinsi Papua dan Papua Barat untuk melaksanakan perintah Surat Edaran Nomor : M/3/HK.04/III/2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19 secara maksimal dalam perusahannya tanpa terkecuali;
4. Pemerintah Propinsi Papua dan Papua Barat serta Pemerintah Kabupaten/Kota Didalamnya Cq Disnaker Propinsi Papua dan Papua Barat serta Pemerintah Kabupaten/Kota Didalamnya wajib memberikan bantuan sembako kepada seluruh buruh yang berada dalam wilayahnya masing-masing.
Demikian siaran pers ini dibuat, semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Selamat merayakan Hari Buruh Internasional 1 Mei 2020.