Jayapura – Vice President Corporate Communication PT Freeport Indonesia, Riza Pratama menjelaskan pabrik pengolahan dan pemurnian konsentrat (smelter) belum bisa dibangun di Papua lantaran Papua belum memiliki pabrik penampung dan pengelola limbah.
Pembangunan smelter di Papua, kata Riza, membutuhkan biaya hingga Rp 54 triliun lantaran belum ada pabrik pengolahannya. “Tapi kalau Papua sudah punya penampung limbah, smelter bisa dibangun,” imbuhnya.
Menurut Riza, Freeport memilih Gresik, Jawa Timur untuk membangun smelter yang rencananya pada pertengahan tahun ini mulai pembangunan fisik lantaran di wilayah ini sudah memilik pabrik atau infrastruktur untuk mengelola limbah.
“Pertengahan tahun ini dibangun fisiknya, karena tanahnya harus dipadatkan selama 18 bulan karena daerahnya bekas rawa. Kenapa di Gresik, karena smelter itu produknya bukan hanya katoda tembaga tapi ada produk lain seperti amonium sulfat, perak dan lainnya, produk ini harus dikelola kalau tidak akan menjadi limbah,” jelas Riza, di restaurant Rumah Laut Jayapura, Jumat (28/2/2020) malam.
Riza melanjutkan, pengolahan dan pemurnian konsentrat yang dilakukan menghasilkan limbah toxic material apabila tidak dikelola dengan baik akan menghasilkan limbah beracun berbahaya bagi lingkungan hidup.