Jayapura – Kajati Papua akhirnya mengeluarkan surat kuasa hukum setelah Jumat (3/3/2023) lalu sidang Permohonan Pra Peradilan yang diajukan Johannes Rettob dan Silvi Herawaty selaku Pemohon satu dan dua, terpaksa ditunda, karena Termohon dalam hal ini Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) tak menghadiri sidang.
Alasan jaksa saat itu, belum ada penunjukan Kuasa Hukum terkait penetapan tersangka (Pidsus-18) No. TAP-07/R.1/Fd.1/01/2023 tanggal 25 Januari 2023 jo Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua No. Print-05/R.1/Fd/08/2022 tanggal 24 Agustus 2022 jo Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua No. Print-37/R.1/Fd/1/01/2023 tanggal 25 Januari 2023 kepada Johannes Rettob (Pemohon-1) dan Silvi Herawaty (Pemohon-2) berdasarkan Surat Penetapan tersangka (Pidsus-18) No. TAP-06/R.1/Fd.1/01/2023 tanggal 25 Januari 2023 jo Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua No. Print-05/R.1/Fd/08/2022 tanggal 24 Agustus 2022 jo Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua No. Print-35/R.1/Fd/1/01/2023 tanggal 25 Januari 2023 .
“Hari ini Rabu (8/3/2022), Termohon hadir dengan menyertakan surat kuasa dari Kajati Papua,”kata Hakim Tunggal Zaka Talapessy SH,MH usai mengetuk palu tanda sidang dibuka dan terbuka untuk umum.
“Karena para pihak (Pemohon dan Termohon-red) sudah hadir, maka hari ini sidang sudah bisa digelar. Sebelumnya kami mau sampaikan untuk para pihak agar kita komitmen dengan waktu sidang,” ujarnya.
Sedianya acara sidang Pra Peradilan ini dimulai pada pukul 10:00 WIT. Namun karena pihak Kejaksaan Tinggi Papua terlambat datang, sidang baru dimulai sekitar pukul 13:22 WIT. Artinya sidang ini molor selama 3,5 jam, karena Jaksa terlambat hadir.
“Jadi jika nanti sidang berikutnya, walau tanpa kehadiran salah satu pihak baik Pemohon maupun Termohon. Kami sebagai hakim akan tetap lanjutkan sidang perkara Prapid ini. Kita harus komitmen dengan waktu,” ujarnya.
Sidang kali ini dengan agenda pembacaan materi praperadilan oleh kuasa hukum pemohon. Kuasa hukum pemohon, M Yasin Djamaludin,SH MH dan kawan – kawan tampak bergiliran membacanya.
Intinya dalam Petitum/Kesimpulannya Pemohon meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri Klas IA Jayapura Cq Hakim Tunggal yang memeriksa dan mengadili Permohonan Pra Peradilan ini berkenan menjatuhkan putusan sebagai berikut, yakni Mengabulkan Pemohonan Pra Peradilan untuk seluruhnya.
Kedua menyatakan penetapan tersangka atas nama Johannes Rettob S.Sos MM berdasarkan Surat Penetapan tersangka (Pidsus-18) No. TAP-07/R.1/Fd.1/01/2023 tanggal 25 Januari 2023 jo Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua No. Print-05/R.1/Fd/08/2022 tanggal 24 Agustus 2022 jo Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua No. Print-37/R.1/Fd/1/01/2023 tanggal 25 Januari 2023 tidak sah dan batal demi hukum.
Ketiga menyatakan Penetapan tersangka atas nama Silvi Herawaty berdasarkan Surat Penetapan tersangka (Pidsus-18) No. TAP-06/R.1/Fd.1/01/2023 tanggal 25 Januari 2023 jo Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua No. Print-05/R.1/Fd/08/2022 tanggal 24 Agustus 2022 jo Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua No. Print-35/R.1/Fd/1/01/2023 tanggal 25 Januari 2023 tidak sah dan batal demi hukum.
Selanjutnya Pemohon meminta kepada Hakim untuk memerintahkan Termohon untuk menghentikan penyidikan atas nama Para Pemohon dalam Perkara dugaan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme dalam pengadaan dan operasional Pesawat Cesna Grand Caravan C 208 B EX dan Helicopter Airbus H 125 pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Mimika TA 2025 – 2022.
“Menyatakan tidak sah segala Keputusan/Penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan penyidikan dan penetapan tersangka terhadap Para Pemohon,” pinta Kuasa Hukum Emilia Lawalata.
Selanjutnya memerintahkan Termohon untuk memulihkan nama baik Para Pemohon dalam kemampuan,kedudukan, harkat serta martabat seperti sebelum ditetapkan sebagai tersangka.
Gugatan setebal 14 halaman ini memuat ada 28 item penting terkait penetapan Para Pemohon sebagai tersangka oleh Termohon tidak didasarkan bukti permulaan yang cukup. Sehingga Kuasa hukum berkesimpulan penetapan tersebut cacat hukum.
“Karena penetapan sebagai Tersangka belum memenuhi ketentuan adanya bukti permulaan untuk ditetapkan sebagai Tersangka dalam tindak pidana korupsi sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 2 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara atau sebagaimana dimaksud oleh Pasal 3 UU No.31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya. Karena jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara,”beber Pengacara Juhari SH,MH.
Tim Kuasa hukum juga menyinggung dua alat bukti yang sah berkenaan dengan perkara ini. Karena menurut mereka ketika kliennya ditetapkan tersangka oleh Termohon. Dua alat bukti yang sah ini tidak ada atau belum ada.
Sehingga saat Para Pemohon ditetapkan sebagai tersangka korupsi, tanpa terlebih dahulu dilakukan penghitungan keuangan negara oleh BPK RI. Maka kasus ini tidak sah dan melawan hukum. Oleh karenanya harus dibatalkan.
Menanggapi Gugatan Pra Peradilan yang dilayangkan kepada Lembaga Adhyaksa ini. Kuasa Hukum Kajati Papua (Termohon) yakni Saptono SH,MH (Koordinator), Valerianus CD Sawaki SH, Ricky Raymond Bierre SH,MH, Yeyen Erwino, SH dan Viko Purnama Yogaswara SH kepada hakim menyatakan akan mengajukan tanggapan secara tertulis, yang akan disampaikan pada sidang besok Kamis (9/3/2023) Pukul 10:00 WIT.
“Ingat kita komitmen dengan waktu. Saudara Termohon siapkan jawaban saudara dan Pemohon langsung diberikan kesempatan untuk menanggapi Replik dari Termohon,”pinta Hakim Zaka Talapesy. SH,MH sesaat sebelum menutup persidangan.